Ketua DPR Aceh Saiful Bahri melantik Edy Asaruddin sebagai anggota Dewan pengganti antarwaktu (PAW) sisa masa tugas 2022-2024 di ruang sidang utama DPRA, Jumat (11/11/2022). Edy menggantikan Jauhari Amin yang meninggal dunia pada 6 juni 2022.
Untuk PAW anggota Dewan yang meninggal dunia saja, butuh waktu selama lebih 4 bulan. Bagaimana dengan rencana PAW untuk menggantikan orang yang masih hidup?
Setidaknya, ada 3 anggota DPRA lainnya yang terancam kena PAW (bukan apit awe) karena “didongkel” oleh parpol-nya. Samsul Bahri alias Tiyong dari PNA yang dianggap berkhianat — menyelenggarakan KLB — kepada Ketua Umum-nya Irwandi Yusuf, yang waktu itu dipenjara, juga diusul PAW oleh kubu Irwandi. Persoalan Tiyong, memang memiliki kisah tersendiri, lantaran masih ada proses banding atas hasil KLB yang telah dibuatnya dengan susah payah.
Di luar kasus Tiyong, ada beberapa PAW yang sudah mengantre di meja sidang Dewan. Memang bukan PAW keanggotan, hanya reposisi jabatan.
Posisi wakil ketua dari Partai Demokrat yang selama ini diduduki Dalimi telah diusul oleh partai itu agar diberikan kepada HT Ibrahim. Kemudian, jabatan wakil ketua dari Golkar yang selama ini menjadi “milik” Hendra Budian, diusulkan oleh DPD Partai Beringin agar diserahkan kepada Teuku Raja Kemangan (TRK).
Usulan PAW itu ibarat tiket bagi para “calon pemain” pengganti. Mereka sudah memilikinya. Dengan “tiket” itu, mereka akan masuk ke ruangan Wakil Ketua, mendapatkan tunjangan jabatan, juga berbagai fasilitas menarik lainnya.
Tapi, kapan?
Tiket-tiket yang sudah ada di tangan HT Ibrahim dan TRK bisa saja mengalami expired (kedaluarsa) manakala waktunya tiba-tiba habis. Tiket berlaku sebelum tahun 2024 berakhir.
Seperti diketahui, Partai Demokrat sudah mengajukan PAW untuk HT Ibrahim sejak 2 Februari 2022 lalu. Sedangkan PAW untuk TRK telah diusulkan Golkar sejak 23 September 2022.
Kenapa tiket PAW bisa expired? Masih banyak kemungkinan yang bisa menyebabkan mereka gagal mewujudkan mimpi menjadi wakil ketua dengan seabrek fasilitas tadi.
Seperti mafum orang banyak, DPRA adalah lembaga politik yang secara formal terikat pada aturan main. Di luar itu, kemungkinan, para anggota yang notabene datang dari berbagai latar belakang politik dan kepentingan, bisa saja terlibat intrik. Mungkin ada deal-deal tertentu yang dalam bahasa pemanis disebut lobi.
Dalam beberapa kejadian, PAW bisa gagal atau memang digagalkan oleh pihak-pihak yang bakal terkena gusur. Bukan cuma takut kehilangan fasilitas, ada kalanya, ini, dianggap sebagai pertarungan harkat martabat dan harga diri. Karena itu, seseorang akan di-meu abeh (habis-habisan) untuk alasan mempertahankan harkat martabat tadi.
Bagaimana caranya?
Mereka yang telah lolos ke lembaga Dewan adalah para pemain politik ulung. Tentu, mereka sangat hafal “lorong” dan “ruang-ruang senyap” di gedung megah itu. Mereka sudah sangat mahir melakoninya.
Di bebepa tempat lain, misalnya, upaya itu ditempuh dengan cara mengulur-ulur waktu. Misalnya, dengan cara membuat “skenario” agar rapat paripurna pengesahan PAW tidak terlaksana. Para anggota Dewan “sulit” dikumpulkan untuk bisa hadir rapat. Macam-macam alasan yang, kadang-kadang, kedengarannya dibuat terasa logis.
Apakah PAW untuk HT Ibrahim dan TRK akan mengalami nasib yang sama? Hanya waktu yang bisa menjawab.
Yang pasti, tiket yang ada di tangan keduanya, bisa saja expired seketika. Apa lagi jika mereka terbuai, merasa sudah cukup dengan mengantongi tiket saja. Padahal di “lorong-lorong” sana ada deal, ada “ranjau”, yang siap menggagalkan mereka melaju. Semoga ini prediksi yang keliru.[]