Opini  

Bek Cet Langet, Mualem! Realisasikan Saja APBA Biar Masyarakat Terbantu!

Avatar photo
Gubernur Muzakir Manaf menyampaikan rencana pembangunan pabrik ban pada acara penutupan Musabaqah Tunas Ramadhan (MTR) XXIV di lapangan upacara Dinas Pendidikan Aceh Barat, Sabtu 15 Maret 2025 (foto: Humas Aceh)

DALAM beberapa kesempatan Gubernur Aceh Muzakir Manaf dengan menggebu-gebu melontarkan gagasan spektakuler. Dia hendak membuka jalur perdagangan langsung Aceh dengan Malaysia, misalnya.

Bagaikan terhipnotis, masyarakat pun bersorak gembira mendengarkannya. Mereka bersuka cita, seakan-akan apa yang dikatakan gubernur idolanya itu akan terwujud besok hari.

Sama gegap-gempitanya para pendukung menyambut wacana penghapusan barcode Pertamina di Aceh. Belakangan terbukti, semua itu hanya gimik yang pelan-pelan hilang sendiri. Masyarakat kembali ke situasi sebelumnya, tetap antre membeli BBM subsidi.

Belum selesai hoaks yang satu, muncul “sinetron” lainnya. Mantan Panglima GAM yang hari-hari disapa Mualem itu juga hendak membangun pabrik ban di Aceh Barat, ekspor air bersih ke Pulau Penang, atau kerja sama investasi dengan pemodal luar negeri. Semua terdengar muluk-muluk. Tak ubahnya seperti cet langet.

Padahal, ada tugas di depan mata yang tidak sulit-sulit amat tapi tidak terlaksana dengan baik. Realisasi APBA tahun 2025 baru mencapai 21,7% hingga pertengahan Juni.

APBA yang berjumlah Rp 11 triliun lebih dan ditempatkan di berbagai SKPA itu adalah satu-satunya sumber keuangan daerah ini. Aceh tidak memiliki sumber lain karena tidak punya industri, beda dengan daerah lain.

Karena itu, APBA menjadi satu-satunya harapan masyarakat. Dengan bergulirnya APBA maka stimulus itu akan menghidupkan berbagai sektor ril lainnya.

Realisasi anggaran yang masih sangat rendah hingga kuartal kedua sungguh sangat memprihatinkan. Di sini terlihat, bahwa pemerintah Aceh di bawah kepemimpinan Mualem kurang sungguh-sungguh menyikapi permasalahan pembangunan dan makroekonomi Aceh.

Gambaran kuantitatif tersebut akan mempengaruhi kondisi kualitatif terhadap realisasi kehidupan, tingkat kemakmuran, kesejahteraan, keadilan serta pemerataan kondisi kehidupan masyarakat Aceh.

Dengan rendahnya realisasi anggaran, maka “trickling down effect” juga “multiplier effect” terhadap aktivitas produksi, konsumsi, tabungan dan secara makroekonomi siklus ekonomi sangat rendah. Salah satu yang sangat mempengaruhi “velocity of money” (peredaran uang) di tengah kehidupan makroekonomi rakyat Aceh.

Sesungguhnya “trickling down effect” atau efek uang yang menetes ke bawah dari APBA 2025 sangat dinanti-nantikan. Semestinya, dapat dirasakan belanja publik dalam aktivitas sektor real yang merupakan kegiatan ekonomui nyata dilaksanakan pada sektor informal, penjualan barang dan jasa, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, dan lainnya.

Rendahnya serapan APBA semakin memperumit penyelesaian permasalahan ekonomi rakyat Aceh. Meskipun kecil-kecil, rakyat seharusnya dapat menikmati solvabilitas peredaran keuangan yang berasal dari aktivitas pegawai Pemerintahan Aceh, karyawan swasta BUMN, BUMD, lembaga serta badan yang melakukan aktivitas ekonomi serta berbelanja barang dan jasa di pasar-pasar di Aceh.

Ini sebenarnya yang mempengaruhi siklus makroekonomi, produksi, konsumsi dan tabungan kehidupan ekonomi Aceh. Sehingga diperlukan pemikiran cerdas, arif dan bijaksana elite pemimpin Aceh, baik eksekutif dan legislatif memperjuangkan aktivitas makroekonomi Aceh, di tengah berbagai persoalan yang dihadapi, termasuk perampokan empat pulau di Aceh yang mesti dilawan dengan berbagai cara, dan segera dibatalkan keputusan serta kebijakan politik Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia (Mendagri RI) yang salah kaprah, rakus dan tamak ingin berkuasa secara politik-ekonomi tersebut.

Dengan demikian di tengah kemelut politik, eksistensi, identitas Aceh sebagai daerah modal, kaya “resources” dengan brebagai sumber yang tersedia. Juga banyak sumber dari (natural resources and economic Aceh), saat ini semestinya ekonomi Aceh yang harus dikelolola dengan baik, efisien dan efektif jauh dari sikal dan mental kolonialisme, juga korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang hanya mementingkan kelompok, partai, golongan, keluarga dan elite birokrasi eksekutif dan legislatif.

Hal ini mesti diperjuangkan di tengah isu efisiensi anggaran, baik secara nasional maupun lokal Aceh. Yang mesti dilakukan adalah efisiensi terhadap keperluan belanja rumah tangga pejabat, keluarga, peribadi dan orang dalam yang saat ini indikasinya semakin kentara kasat mata serta transparan di mata rakyat Aceh, bahkan banyak mafia proyrek anggaran APBA 2025 yang rakus serta tamak.

Jadi, gubernur tidak perlu “terbang” tinggi menjemput bulan. Realisasikan saja APBA agar masyarakat bisa merasakan kepedulian Anda walau sedikit daripada harus menunggu datangnya kapal roro untuk mengekspor pisang ke luar negeri.

Perguliran APBA walau hanya sedikit lebih bermakna untuk membantu perputaran roda ekonomi Aceh daripada menunggu realisasi janji investor asing yang serba tak pasti. Jangan banyak cet langet, Mualem.[]

Dr. Taufik Abd Rahim adalah akademisi dan pengamat kebijakan publik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *