Birokrat Lucu-lucu

Ilustrasi pelantikan pejabat Aceh (foto: Humas)

SELEKSI pejabat Aceh di era pemerintahan sebelum ini menghasilkan birokrat yang lucu-lucu. Ada Sekda yang hobinya bikin format. Kemudian, ada juga Kadis yang doyannya hanya pencitraan.

Selain itu, ini yang sangat lucu. Ada kadis yang meminta publik agar membaca buku untuk menemukan jawaban terhadap permasalahan terkait kinerjanya. Benar-benar lucu.

Lalu (dalam hati kita bertanya) untuk apa juga tunjangan yang begitu besar, berbagai fasilitas seperti mobil dinas, dan lain sebagainya? Kalau permasalahan tak pernah ditangani dengan benar? Masyarakat disuruh mencari jawaban dari setiap permasalahan yang dihadapi dengan membaca buku. Untuk apa dia ada di sana? 

Itulah birokrat yang dipilih pada masa kepemimpinan Gubernur Nova Iriansyah. Tragisnya, setelah Nova lengser, para birokrat itu tetap dipertahankan saat kepemimpinan daerah beralih ke tangan seorang penjabat gubernur bernama Achmad Marzuki, yang pensiunan militer itu.

Berbagai kalangan merasakan banyak dari birokrat itu tak berguna. Mereka tidak mampu bekerja. Karena itu, DPR Aceh langsung “menodong” Achmad Marzuki saat pertama bersua di ruang rapat lembaga perwakilan rakyat Aceh. “Segera ganti para kepala SKPA yang berkinerja lemah,” begitu lebih kurang rekomendasi anggota DPRA.

Permintaan legislatif tentu, dinilai, sangat beralasan. Salah satu argumentasi logisnya karena di tangan para birokrat itu Aceh terpuruk menjadi provinsi termiskin. Meski di balik itu, argumentasi Dewan dirasakan sulit untuk dipisahkan dari kepentingan pragmatisme realisasi proyek-proyek yang dibiayai dengan dana pokok pikiran (pokir). Mungkin ini pula yang menjadi penyebab kenapa desakan yang terdengar gegap gempita itu menguap begitu saja.

Hanya Taqwallah yang diganti. Selain itu tidak ada. Bahkan, hingga sejumlah jabatan banyak yang lowong. Achmad Marzuki lebih memilih jalan aman, membiarkannya tetap kosong.

Perjalanan akhirnya sampai juga ke satu titik. Achmad Marzuki tidak bisa lagi menghindar. Dia harus melakukan mutasi. Ada yang karena posisi lowong, ada pula akibat masanya sudah harus digeser karena benturan regulasi. Makanya, dilaksanakan evaluasi kinerja dan uji kompetensi lewat sebuah tim yang diketuai mantan Sekda T Setia Budi.

Lagi-lagi, proses itu hanya sebuah “rutinitas” biasa. Tidak akan menghasilkan sesuatu yang lebih. Sebab, rambu yang ditegakkan oleh KASN (Komisi Aparatur Sipil Negara), menegaskan, bahwa mereka yang digodok — para pejabat yang sedang menjabat — itu tidak dibenarkan untuk nonjob. Artinya, mereka tetap akan kembali memimpin birokrasi Aceh. Jadi, kita kembali akan disuguhi yang lucu-lucu.
Proses evaluasi yang menjadi prasyarat bagi Pj Gubernur untuk melakukan mutasi sudah berjalan.

Mungkin saja sudah ada hasilnya. Jika merujuk penjelasan Kepala Kantor BKN Regional Aceh, Ojak Murdani, Pj Gubernur langsung bisa melakukan mutasi begitu diperoleh hasil seleksi tersebut. Karena, itulah “dokumen” pembenaran untuk melakukan mutasi. Ya. Hasil evaluasi dan uji kompetensi.

Setelah itu, Pemerintah Aceh baru melakukan seleksi terbuka untuk mengisi jabatan pimpinan tinggi pratama (JPT) yang masih lowong. Sisa jabatan eselon II yang masih kosong setelah yang lainnya telah diisi oleh mereka yang kemarin dievaluasi.

Publik berharap, agar Achmad Marzuki yang berlatar militer itu, yang memiliki kedisiplinan tinggi, orang Pusat yang katanya taat aturan, akan mengawasi jalannya fit and proper test calon pejabat itu nanti dengan benar. Tidak lagi mengulangi kesalahan yang sama yang dilakukan orang sebelumnya; menghasilkan pejabat yang lucu-lucu.

Karena, permasalahan kemiskinan, pengangguran, atau kualitas pendidikan Aceh yang makin terpuruk, tidak cukup dengan sosok yang lucu-lucu. Sudah cukup. Jangan diulangi lagi!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *