Pikiran Elitis Mengurus Sekolah Rakyat

Ilustrasi (foto: Pixabay)

Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf — yang menjadi leading sektor Sekolah Rakyat — berkata, seleksi calon siswa Sekolah Rakyat segera dimulai. “Pendaftaran dibuka dalam satu hingga dua bulan ke depan,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (14/3/2025).

Membaca pernyataan pejabat ini, kita jadi bertanya. Bagaimana sebenarnya konsep Sekolah Rakyat yang katanya untuk orang miskin tersebut?

Kesannya kok jadi kontradiktif? Satu sisi, program andalan Presiden Prabowo hendak melayani, tapi dalam praktik, pelaksanaannya tidak beda seperti sekolah lainnya. Bukannya menjemput “bola”, justeru rakyat yang diminta datang untuk diseleksi.

Dengan pola seperti itu, dikhawatirkan, yang akan terjaring nanti bukan target sebenarnya. Bukan mustahil terjadi manipulasi data. Karena gratis, banyak orang yang tidak miskin pun ingin mendapatkan layanan pendidikan gratis Sekolah Rakyat. Soal identitas seribu satu macam cara bisa didapatkan.

Masyarakat miskin, selama ini, mengalami kendala mendapatkan layanan pendidikan justeru karena hambatan akses. Kalau mereka diminta mendaftarkan diri, justeru faktor itu yang menjadi salah satu kendala yang dihadapi selama ini. Bagaimana pula mereka yang berdomisili jauh dari lokasi sekolah? Mereka tidak punya biaya untuk bolak-balik berurusan ke sekolah.

Kenapa Mensos tidak fokus mengejar calon siswa melalui data penduduk miskin kategori desil 1 dan 2 dalam Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN)? Dari sana baru dibuat skala prioritas jika jumlahnya tidak sesuai dengan daya tampung sekolah.

Program ini juga rentan mengulangi kesalahan masa lalu. Kenapa tidak melibatkan Kementerian Pendidikan dan pemerintah provinsi?

Jangan lupa, banyak sekolah berbagai jenjang, belakangan ini, mulai krisis siswa sehingga ruang kelas kosong tidak dimanfaatkan. Sekolah-sekolah yang krisis siswa bisa dilakukan regrouping.

Gedung yang kosong kemudian bisa dimanfaatkan untuk Sekolah Rakyat. Jadi, pemerintah tidak usah pusing memikirkan membangun gedung baru. Cukup melakukan renovasi dan melengkapi fasilitas lainnya dengan memanfaatkan aset negara yang telah ada.

Melihat cara-cara pengelolaan Sekolah Rakyat, sepertinya, ada yang mulai melenceng dari esensi program ini. Bukannya melayani, tapi justeru memberi beban baru bagi masyarakat miskin.

Harusnya pemerintah yang mencari mereka, bukan duduk di meja menunggu mereka datang mendaftarkan diri.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *