Euforia Isu Pergantian Pj Gubernur, Jangan Sampai Leuh bak Babah Rimueng Itamong lam Babah Buya

Ilustrasi (foto: pixabay)

KABAR tentang segera berakhirnya masa jabatan Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki untuk setahun pertama menimbulkan euforia di tengah publik. Sebagian meyakini mantan Pangdam Iskandar Muda itu bakal segera meninggalkan Aceh, tidak Pj gubernur lagi. Bahkan, ada media yang dengan berani mengucapkan selamat jalan.

Aura suka cita juga terpancar dari ruang rapat DPR Aceh. Pada Jumat (09/06/2023), lewat rapat Badan Musyawarah (Bamus), 9 fraksi sepakat mengusulkan nama pengganti Achmad Marzuki. Ada yang membocorkan, bahwa anggota Dewan meminta Sekda Bustami untuk posisi Pj gubernur pengganti Achmad Marzuki.

Harus diakui, memang ada perasaan suka cita menyikapi rumor pergantian Pj gubernur. Tanpa mengurangi rasa hormat kepada Pak Achmad Marzuki, masyarakat Aceh memang pantas kecewa. Setahun keberadaan dia di sini, nyaris tidak membawa makna apa-apa. Achmad Marzuki juga “dibaca” oleh publik terlalu pongah, berani mengabaikan sejumlah rekomendasi DPRA yang notabene adalah representasi rakyat Aceh.

Salah satu rekomendasi itu adalah permintaan agar melakukan pergantian terhadap sejumlah kepala SKPA yang dinilai berkinerja rendah. Di antara pejabat eselon dua yang diminta agar segera diganti adalah kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Aceh, Alhudri.

Sosok ini dinilai bermasalah, tidak mempunyai kapasitas memimpin Disdik. Selama kepemimpinannya telah mengakibatkan mutu pendidikan Aceh jatuh terpuruk.

Tidak hanya DPRA, berbagai elemen lain, termasuk mahasiswa sudah lelah menyuarakan persoalan ini. Tapi, Achmad Marzuki tak peduli; tidak menggubrisnya.

Hari ini, rakyat Aceh larut dalam suka cita. Mereka membayangkan sesuatu yang belum pasti. Mereka berharap sebuah perbaikan bakal terjadi dengan bergantinya Pj gubernur dari Achmad Marzuki. Padahal semua masih ilusi.

Memang jadi serba salah. Seperti sulitnya menghadapi pilihan buah simala kama. Berharap terus kepada Marzuki sama seperti menggantang asap. Menggantungkan harapan kepada Bustami, juga sesuatu yang belum pasti.

Di luar itu, apakah Bustami akan mampu menjawab ekspektasi masyarakat yang selama ini dicueki Achmad Marzuki? Tentu ini pertanyaan yang rumit. Apa lagi jika agenda pergantian pucuk pimpinan Aceh — misalnya — telah diboncengi kepentingan politik pihak tertentu.

Jangan sampai terjadi pemaksaan kehendak. Misalnya: “yang penting jangan Achmad Marzuki”. Kita takut nanti, seperti kata pepatah Aceh: leuh bak babah rimueng itamong lam babah buya (terjemahan bebasnya: selesai satu masalah yang satu masuk ke masalah yang lebih besar lainnya).

Semoga ini tidak terjadi!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *