KabarAktual.id – Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Aceh, belum lama, mengeluarkan larangan wisuda bagi SMA/SMK di wilayahnya. Belum “kering” tanda tangan Kadisdik, SMAN 1 Labuhanhaji Barat, Aceh Selatan, tetap menggelar acara perpisahan siswa.
Untuk menyiasati agar terkesan tidak membalelo, acara itu dilangsungkan di rumah pribadi ketua komite sekolah. Dengan begitu, sang kepsek pun gampang membuat alibi bahwa acara itu tidak melibatkan dirinya tapi murni urusan komite.
Modus yang dinilai akal-akalan itu tetap menimbulkan beban bagi masyarakat. Salah seorang wali murid mengungkapkan, acara perpisahan itu terasa berat di tengah tingginya harga kebutuhan pokok dan sulitnya lapangan pekerjaan. “Sebenarnya selama ini banyak wali murid yang mengeluhkan pengutipan dana dengan dalih sudah kesepakatan komite di SMAN 1 Labuhanhaji Barat,” ujar warga ini seperti dilansir waspada.id, Selasa (24/4/225).
Karena itu, wali murid ini meminta kepada Kadisdik Aceh melalui Kepala Cabang Dinas (Kacabdin) agar menegur dan mengevaluasi Kepala SMAN 1 Labuhanhaji Barat.
Warga ini menilai, kegiatan seremonial tersebut tetap membebani orangtua siswa meskipun tidak disebut “wisuda”. “Para siswa tetap dibebankan pengutipan dana,” sebutnya.
Dijelaskan, bahwa siswa yang tidak merayakan kelulusan atau di luar kelas XII dibebankan Rp 15 ribu/siswa. Sedangkan siswa kelas XII dikutip dalam jumlah lebih besar. “Jika merujuk tahun lalu mencapai Rp150 ribu/siswa,” ungkap orang tua siswa ini.
Kepala SMAN 1 Labuhanhaji Barat, Zulkifli, tidak menampik adanya kegiatan perpisahan siswanya. Namun, ia menegaskan bahwa acara itu tidak dilaksanakan oleh pihak sekolah, melainkan sepenuhnya diselenggarakan oleh komite sekolah.
Lokasi acara, kata dia, juga digelar di luar arena sekolah yaitu di kediaman pribadi ketua komite sekolah.
Dia menjelaskan, sebelumnya memang ada wacana akan digelar wisuda siswa seperti tahun-tahun sebelumnya. Namun, sambutannya, dalam rapat dengan komite sekolah, dia menyampaikan bahwa ada larangan acara wisuda dari Kadisdik Aceh.
Dia menambahkan, bahwa keputusan rapat komite meminta mengalihkan lokasi acara seremonial tersebut. “Jadi, kegiatan itu murni digelar pihak komite sekolah,” tegasnya.
Terkait pungutan dana, Zulkifli mengaku tidak mengetahui detailnya karena kegiatan itu seluruhnya menjadi keputusan rapat internal komite tanpa melibatkan pihak sekolah.
Kepala Cabang Dinas (Kacabdin) Aceh Selatan, Annadwi, yang dikonfirmasi awak media juga mengaku telah menyampaikan larangan kegiatan wisuda atau seremonial perpisahan yang membebani wali murid kepada seluruh sekolah. Larangan itu sesuai Surat Edaran Kadisdik Aceh Nomor 400.14.4.3/183 tanggal 17 April 2025.
“Saya pastikan bahwa larangan ini sudah saya sampaikan kepada para kepala SMA/SMK di bawah jajaran kami. Tentu jika ada yang mengabaikan atau tak mengindahkannya akan ada konsekuensi yang akan diberikan oleh pimpinan di Dinas Pendidikan Provinsi Aceh,” tegasnya.
Dalam suratnya, Kadisdik Aceh menyebutkan bahwa dalam rangka mendukung program pemerintah untuk pemulihan ekonomi dan membantu mengurangi beban orang tua dalam rangka menyekolahkan anaknya ke jenjang lebih lanjut, Kadisdik Aceh meminta Kacabdin agar memastikan satuan pendidikan tidak menjadikan kegiatan wisuda atau seremonial sebagai kegiatan bersifat wajib yang membebani orang tua/wali siswa.
Selain itu, Kadisdik Aceh juga menginstruksikan Kacabdin agar memastikan setiap kegiatan di satuan pendidikan melibatkan komite sekolah dan orang tua/wali peserta didik. Untuk memastikan berjalannya larangan dimaksud, Kadisdik Aceh meminta Kacabdin bersama pengawas sekolah untuk melakukan pemantauan di satuan pendidikan masing-masing.
Di tempat terpisah, Koordinator Forum Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (FORMAKI), Ali Zamzami, mengaku telah menerima banyak keluhan dari wali murid terkait pelaksanaan kegiatan perpisahan yang memungut biaya dari masyarakat.
Kegiatan seremonial itu, dinilainya, dapat dianggap sebagai pemborosan. Jika biaya tersebut dibebankan kepada wali murid kurang mampu, tentu akan sangat membebani.
Jika anggaran untuk acara seremonial tersebut bersumber dari sekolah, sambungnya, maka lebih baik digunakan untuk kebutuhan lain yang lebih penting, seperti perbaikan fasilitas sekolah atau peningkatan kualitas pendidikan. “Tapi, kalau dikutip dari siswa tentu sangat membebani orang tua ditengah kondisi kesulitan ekonomi,” ujarnya seraya mendesak pihak sekolah agar lebih transparan mempertanggungjawabkan penggunaan dana BOS ke publik.
Lebih lanjut Ali Zamzami meminta Kadisdik Aceh segera mengevaluasi kepala sekolah yang tetap melaksanakan kegiatan perpisahan siswa dengan dalih apapun, baik dilaksanakan di sekolah maupun luar sekolah. “Sekolah yang tetap melaksanakannya, tentu dapat dikategorikan telah mengangkangi surat perintah Kadisdik Aceh,” sesalnya.[]
Sumber: Waspada.id