Membaca Hati Mualem di Balik Protes Barcode

Ilustrasi (foto: iStock/Oleh Elko)

SEORANG TikToker berusia lanjut mengomentari pernyataan Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem) — terkait pemberlakuan QR barcode Pertamina — dengan nada sinis. Dengan bersemangat, sang TikToker menyebut pernyataan Mualem blunder.

Dia menyarankan agar pemimpin Aceh yang mantan Panglima GAM tersebut ke depan memilih tim pansehat yang berkualitas. Sehingga, bisa memberikan masukan yang up to date untuk gubernur agar tidak ketinggalan informasi lagi. 

TikToker ini sepintas terlihat kritis. Dia mengkritik seorang pejabat publik. 

Yang dilakukan itu tentu sah-sah saja, karena pejabat publik memang boleh dikritik. Tapi kritik TikToker ini, terkesan, hanya untuk mengejar FYP tanpa mampu melihat persoalan secara lebih mendalam dan substantif.

Perlu diingat, Mualem adalah gubernur bagi sekitar lima juta rakyat Aceh. Dia ingin masyarakatnya sejahtera, tidak ditindas oleh ketidakadilan.

Pemberlakuan QR barcode Pertamina, hingga sejauh ini, dirasakan sebagai penindasan oleh masyarakat Aceh. Mualem yang berasal dari rakyat dan sehari-hari merasakan penderitaan mereka, ingin membela saudara-saudaranya. Mualem tidak setuju saudara-saudaranya sesama Aceh “dijajah” oleh barcode bikinan Pertamina.

Jangan dulu membahas latar belakang sejarah, misalnya, Aceh sebagai daerah penghasil migas yang sejak awal kemerdekaan telah banyak berjasa bagi republik, lupakan saja itu sejenak.  Si TikToker pasti tidak suka mendengarkannya. 

Mari kita lihat substansi permasalahannya, soal ketidakadilan pemberlakuan barcode. Ini adalah kebijakan yang mau enak sendiri.

Pertama, soal pemilihan Aceh sebagai lokasi uji coba penerapan barcode. Keputusan ini dinilai sebagai penzaliman.

Aceh dengan jumlah penduduk hanya sekitar 5 juta jiwa pasti memiliki jumlah kendaraan yang lebih sedikit dibanding provinsi tetangga. Jumlah kendaraan yang sedikit itu sebagian lagi juga membayar pajak ke Sumatera Utara karena menggunakan pelat BK.

Kalau tujuan pemberlakuan barcode adalah menghentikan penyalahgunaan distribusi BBM subsidi, maka yang seharusnya dijadikan sampel uji coba adalah provinsi dengan populasi kendaraan yang besar. 

Kemudian, pada saat PON XXI berlangsung, pemberlakuan barcode dihapus sementara. Tujuannya agar kendaraan tamu dari luar Aceh tidak kesulitan mengisi BBM.

Dua hal tadi sudah cukup membuktikan, bahwa pemberlakuan barcode memang menyasar masyarakat Aceh. Karena itu, tidak berlebihan kalau kemudian ada kesimpulan bahwa kebijakan ini memang bertujuan untuk menzalimi masyarakat daerah ini.

Atas dasar itu, maka wajar Mualem ingin membebaskan masyarakat Aceh dari penindasan tersebut. Bahwa, kemudian, ternyata ada hambatan karena pemberlakuan barcode merupakan kebijakan pusat, itu persoalan lain.

Yang penting Mualem sebagai pemimpin Aceh punya niat dan keinginan untuk itu. Dia sudah menunaikan janji, ingin memperhatikan nasib rakyat.

Pertanyaan berikutnya adalah kenapa harus barcode? 

Kalau tujuannya agar distribusi BBM subsidi tepat sasaran, barcode bukan solusi yang tepat. 
Karena, pencurian BBM subsidi tidak dilakukan oleh masyarakat biasa yang hanya membutuhkan 5 hingga 10 liter setiap mengisi BBM di SPBU. Mereka hanya butuh BBM untuk menunjang aktivitas sehari-hari.

Kenapa untuk tujuan menghempang pencurian BBM subsidi oleh mafia, lalu, masyarakat biasa yang dikorbankan? Yang melakukan kejahatan justeru bebas dan tidak perlu barcode, mereka tetap bisa memasok BBM subsidi ke tambang-tambang ilegal dan berbagai bisnis gelap lainnya.

Kenapa masyarakat kecil yang dipersulit dengan barcode, bukan mafia yang ditangkap?
Itu, ibaratnya, ada maling berkeliaran, tapi masyarakat yang disalahkan. Lalu, dibuat larangan agar masyarakat tidak keluar malam karena banyak maling.

Jadi, gara-gara ada penjahat, aktivitas masyarakat yang tidak berdosa yang dibatasi. Begitulah kelirunya cara kerja pembuat kebijakan.

Solusinya bukan membuat barcode untuk mempersulit rakyat. Mafia BBM yang harusnya ditangkap. Kenapa gak berani?[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *