News  

Target Top Ten UTBK Nasional 2027, Menjawab Pepesan Kosong Marthunis

Ilustrasi (foto: blog.usetada.com)

ARTIKEL Martunis S.T, D.E.A, Kadis Pendidikan Aceh, berjudul “Top Ten UTBK Nasional, Mimpi Pendidikan Aceh” di laman Serambinews.com, Selasa (23/1/2025), diawali dengan sebuah kutipan menarik dari Albert Einstein. “Seseorang yang memiliki mimpi, lebih unggul daripada seseorang yang hanya sekedar menguasai data atau fakta”.

Statement ini menyiratkan pesan seolah ia ingin mengkonfimasi, meskipun kerap dituding memiliki keterbatasan dalam memahami dan menganalisis data serta fakta dari kondisi empirical pendidikan Aceh, namun tetap confident karena masih punya mimpi yang hebat untuk membawa pendidikan Aceh masuk peringkat 10 (Top Ten) nasional nilai Ujian Tes Berbasis Komputer (UTBK) masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) tahun 2027.            

Mimpi Kadisdik Aceh ini menarik dianalisis. Seberapa realistiskah untuk dieksekusi? Karena, Albert Einstein pernah mengingatkan bahwa “visi atau mimpi tanpa eksekusi hanyalah iluasi”. 

Iklan

Artinya, klaim Marthunis perlu diuji target realistisnya supaya tidak difreeming secara subjektif serta dianggap sebatas ilusi, sehingga potensial dinilai sebagai siasat untuk menghindari pencopotan jabatan. 

Motif itu tidak kita harapkan sebagai siasat untuk menutupi kegalauan atas trend capaian nilai UTBK siswa daerah ini yang tiap tahun terus memburuk. Sejak tahun 2020, 2021, 2022, 2023 hingga 2024, capainnya berada di bawah rerata nasional.

Konteks inilah yang menjadi pemantik menarik untuk mengulik agumentasi seberapa realistiskah mimpi Kadisdik Aceh diwujudkan. Atau, sebaliknya? Hanya sebatas pepesan kosong! 

1.  Akankan Martunis Jabat Kadisdik Aceh hingga 2027?  
Jikalau Martunis mentargetkan capaian nilai UTBK Aceh masuk Top Ten tertinggi nasional pada tahun 2027, pertanyaannya siapa yang menjamin Martunis bakal terus menjabat hingga tahun 2027? Karena, hampir mayoritas publik menilai sosok Kadisdik Aceh ini berpotensi dicopot usai pelantikan Mualem-Dek Fadh sebagai gubernur dan wagub definitif pada Febuari 2025. 

Salah satu yang menjadi tradisi dari silih bergantinya kekuasaan adalah gubernur baru bakal mengevaluasi dan terkadang telah menyiapkan figur pengganti semua pejabat eselon II, tak terkecuali Kadisdik Aceh, dan memilih yang lebih layak dibanding “kabinet” sebelumnya. 

Jika Kadisdik dicopot, otomatis apa yang menjadi mimpi Marthunis menjadi absurd (tidak masuk akal/mustahil) yang sudah terprediksi bakal tidak tereksekusi, sehingga mengingatkan kita pada ungkapan Albert Eistain tadi. “Visi (mimpi) tanpa eksekusi hanyalah ilusi”.

Terdapat beberapa kajian yang dinilai cukup argumentatif yang mendasari pertimbangkan Mualem-Dek Fadh untuk mengkaji ulang posisi Marthunis selaku kadisdik Aceh?  

Pertama; penempatan Marthunis selaku Kadisdik Aceh tidak sesuai bidang keahlian yang relevan dengan keilmuannya. Yang bersangkutan merupakan sarjana kelautan ITS yang tidak memiliki linearitas kepakaran untuk menguasai bidang pendidikan dengan tingkat pengetahuannya terbatas memecahkan kompleksitas urusan pendidikan. 

Kedua; sosok Marthunis juga dinilai belum memiliki rekam jejak mengurusi pendidikan di sepanjang karier birokrasinya di pemerintahan, sehingga kesulitan dalam menganalisis data statistika pendidikan Aceh yang sangat kompleks dan penuh problematik. 

Oleh karenanya, Dr. Samsuardi selaku Ketua Lembaga Pemantau Pendidikan Aceh (LP2A) dalam tulisannya di rubrik Opini Serambi Indonesia (Kamis 16 Januari 2025) “Asesmen Guru Disdik Aceh, Evaluasi Tanpa Arah?” menilai lemahnya kemampuan analisis Marthunis terkait pelaksanaan asesmen guru yang tidak mendasarkan pada kajian data secara mendalam.

Kegiatan hanya sekedar menghabiskan anggaran agar terlihat populis, padahal tidak menyentuh subtansi masalah pendidikan. 

Ketiga; penempatan Marthunis sebagai kadisdik oleh Pj Gubernur Bustami Hamzah dikarenakan faktor kedekatan emosinal bukan atas azaz profesionalitas yang mendasarkan pada praktek merit system atau meritokrasi yang wajar. Seperti diketahui, Bustami-pun akhirnya terjebak politik praktis memilih maju sebagai calon Gubernur Aceh dan menjadi rival politiknya Mualem-Dek Fadh ikut bertarung pada pilkada 2024 yang lalu. 

Kempat; Marthunis terbukti tidak maksimal dengan sejumlah kebijakan yang kontroversial dan penuh diskriminatif dengan melakukan pembatasan umur penerima beasiswa yatim tingkat SLTA, yang kemudian koreksi kesalahannya oleh Komisi VI DPRA karena dituding ikut mempermaikan hak beasiswa yatim yang penyalurannya tidak lagi sesuai Pergub nomor 20 tahun 2021. 

2.  Tidak ada Jaminan Mimpi Martunis Dilanjutkan Kadisdik Setelahnya?
Masih terkait opini di Serambi Indonesia, Marthunis menetapkan mimpinya degan target kelulusan siswa Aceh masuk peringkat 10 Nasional dalam hal UTBK tahun 2027 dengan menjadikan satuan pendidikan Aceh yang meraih nilai rerata berkisar 630 hingga 680 dari skala 1000 nilai maksimal UTBK.

Konsekwensinya, bakal menjadikan sekolah unggul terus dipacu untuk mencapai target nilai maksimal, sehingga masuk peringkat 10 nilai UTBK tertinggi rerata nasional. 

Mindset dari target kebijakan semacam ini dinilai kurang realistis jika dilanjutkan oleh kadisdik setelahnya, karena praktek kebijakannya kurang etis, dan cenderung diskriminatif karena mempersempit ruang perbaikan kualitas mutu pendidikan siswa yang berfokus pada sekolah anak elitis saja, seperti SMA 10 Fajar Harapan dan SMA Modal Bangsa. Padahal 2 SMA Negeri ini telah mencapai target maksimal masuk dan terus bertahan pada peringkat 1000 sekolah terbaik dengan nilai UTBK tertiggi nasional setiap tahun. 

Harusnya, Kadisdik Aceh memperluas pelayanan mutu pendidikan untuk SMA Negeri lainnya, agar banyak SMAN masuk peringkat 1000 sekolah terbaik, seperti SMA Unggul Tapak Tuan, SMA Wira Bangsa Aceh Barat, dan beberapa SMAN unggul lainnya yang menerapkan sistem bording school dengan fasilitas lengkap dan tenaga pengajar dan siswa yang terselektif serta kompetitif pada masing-masing sekolah di kab/kota se-Aceh.   

3.  Minus terobosan Perbaikan Nilai UTBK Nasional?
Usai dilantik sebagai kadisdik Aceh, sepanjang tahun 2024 Marthunis tidak menyiapkan langkah kebijakan strategis apapun untuk membuat terobosan pemperbaiki nilai UTBK siswa Aceh masuk PTN.  Sikap optimisme dan target UTBK Nasional 2027 masih sebatas program “Cet Langet” yang terlalu ambisius, namun belum disertai langkah kebijakan kontritnya seperti apa, strategi bagaimana, program dan kegiatan kapan bakal dieksekusi? 

Harusnya Marthunis sudah melaksanakan program keunggulan dan mengalokasikan anggaran pada perubahan tahun 2024 lalu. Tapi sayangnya, sepanjang tahun 2024, pasca pelantikan pertengahan tahun 2024, Marthunis kelimpungan menyiapkan program unggulan untuk alokasi anggaran pada perbaikan nilai UTBK siswa yang terus terpuruk setiap tahunnya. 

Begitu juga untuk alokasi anggaran tahun 2025, terlihat tidak ada terobosan kebijakan anggaran pada DIPA 2025 untuk persiapan menyambut pelaksanaan UTBK 2025 April mendatang, menjelang masuknya bulan suci Ramadhan. Artinya, kadisdik Aceh tidak memanfaatkan waktu secara efektif menyiapkan kebijakan strategis, guna membereskan problem akut rendahnya nilai UTBK siswa Aceh. 

Solusi Kebijakan Strategis 

Solusi strategis sebagai ikhtiar memperbaiki nilai UTBK siswa harus disusun secara sistimatis dan terencana mulai dari pembuatan kebijakan yang mendapat dukungan anggaran, perumusan strategi kebijakan, dan menyusun program serta waktu pelaksanaan kegiatan yang menyentuh ke inti persoalan.

Hasil observasi dan kajian empiris usaha peningkatan nilai UTBK pada 1000 SMA terbaik Indonesia, instansinya menyiapkan kebijakan anggaran untuk program pendampingan setahun penuh untuk siswa belajar membedah soal-soal SNBT dengan dukungan logistic dan pebiayaan yang mencukupi.  

Hanya melalui dukungan anggaran, baru Disdik Aceh bisa membuat program kursus tambahan bagi para siswa yang mengikuti UTBK nasional di seluruh kabupaten/kota se-Aceh. Kemudian baru dirumuskan kebijakan untuk mengintentifikasi dan merekrut guru dengan kemampuan akdemik terbaik pada satuan masing-masing sekolah, dan membekalinya dengan berbagai kegiatan pelatihan guna mendalami kerumitan soal UTBK Nasional.

Di samping itu, perlu kebijakan pemetaan untuk mengindentifikasi secara totalitas jumlah real siswa yang bakal mengikuti tes UTBK, baik pelajar SMA negeri maupun swasta di seluruh Aceh. Tujuannya yaitu untuk memudahkan saat merekrut jumlah guru sesuai kebutuhan rasio siswa UTBK, baru setelahnya ditetapkan titik koordinat dimana program dan kegiatan dilaksanakan sebagai program keunggulan Disdik Aceh. 

Berbagai kegiatan yang berpusat pada perbaikan nilai UTBK Nasional siswa, harus direncanakan secara terstruktur dan mendapat dukungan penuh alokasi anggaran APBA, sehingga target Disdik tidak dianggap ilusi tanpa eksekusi. Kajian dan analisis data secara mandalam pasti bakal menghasilkan sebuah kebijakan yang berkualitas untuk meraih mimpi dan target yang maksimal. Wallahu’alam. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *