Orang “Toxic” di Disdik

Ilustrasi (foto: Pixabay)

BERITA penunjukan pelaksana tugas (Plt) kepala bidang (Kabid) Pembinaan SMA dan PKLK pada Dinas Pendidikan (Disdik) Aceh yang tayang di KabarAktual.id, Kamis 20 Juni 2024, menjadi perhatian luas masyarakat. Artikel ini mendapatkan atensi khusus banyak kalangan sehingga merajai lini masa atau trending di mesin pencarian google.

Ini sebuah fenomena. Bahwa, masyarakat memberi atensi besar terhadap Disdik. Semua mata sedang mengarahkan pandangan ke sana.

Kenapa?
Karena, Disdik adalah instansi yang diharapkan membawa pendidikan anak-anak mereka ke arah lebih baik. 

Kenapa lagi?

Karena publik merasa, bahwa selama beberapa tahun terakhir instansi itu tidak dalam keadaan baik-baik saja.

Penilaian itu tentu tidak berlebihan atau mengada-ada. Lihat saja mutu SMA Modal Bangsa (Mosa) — sekolah yang dijadikan icon kemajuan pendidikan daerah ini — sebagai ukuran. Prestasi SMA Mosa selama beberapa tahun terakhir jalan di tempat kalau tidak boleh disebut mundur.

Selama dua tahun di bawah kepemimpinan Alhudri sebagai Kadisdik, prestasi sekolah kebanggaan masyarakat Aceh tersebut semakin merosot. Menurut data LTMPT (lembaga tes masuk masuk perguruan tinggi), posisi Mosa berada di urutan 157 dalam daftar 1000 SMA terbaik nasional pada tahun 2023 dan 2024.

Tiga tahun lalu, pada 2022, hasil kepemimpinan Kadisdik sebelum Alhudri, Mosa masih berada di peringkat 59 nasional. Miris. Setelah membuat mutu pendidikan jeblok, sosok ini masih saja rajin memoles pencitraan seakan-akan pendidikan Tanah Rencong sudah bermutu.

Kenapa prestasi pendidikan Aceh jeblok? Salah satu faktor penyebabnya tidak terlepas dari sosok SDM yang mengelola instansi pendidikan. Mereka yang ditugaskan mengurus manajemen adalah orang-orang yang tidak paham tugas pokok dan fungsi. Sebagian dari mereka dianggap “toxic” bagi kemajuan pendidikan.

Menurut pengertian sederhana, istilah toxic diungkapkan untuk orang yang beracun atau memberikan dampak buruk terhadap orang lain, terutama terhadap psikis. Sifat toxic ini tentu harus dihindari karena dapat mengganggu kenyamanan orang lain.

Kadisdik Aceh yang baru mestinya peka terhadap permasalahan ini. Ia harus segera bersikap, cepat bertindak menyingkirkan orang-orang toxic dari instansi itu. Mereka yang tidak punya naluri pendidikan, arogan, dan otoriter harus disingkirkan dari Disdik.

Lingkungan pendidikan harus dibersihkan dari oknum-oknum yang orientasinya hanya mengejar cuan. Tidak hanya pejabat atau orang yang oleh penguasa sebelumnya diberi status “”tenaga ahli””, yang sebelumnya direkrut berdasarkan pendekatan tidak profesional, termasuk tenaga kontrak atau honorer, harus di-enyahkan dari Disdik.

Oportunis dan oknum-oknum “”tukang olah”” tidak layak berada di sana, karena pendidikan adalah proses pembentukan karakter atau akhlakul karimah. Jadi, sangat tidak pada tempatnya membiarkan orang-orang toxic berada di lingkungan pendidikan.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *