PERGANTIAN pejabat pelaksana harian (Plh) kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Aceh sebenarnya hanya peristiwa biasa. Sama sekali tidak ada yang istimewa. Hanya penerapan prosedur administrasi yang lumrah dalam sebuah organisasi.
Selain ketentuan regulasi yang membatasi durasi waktu masa tugas seorang Plh, sehingga harus terjadi pergantian, sosok yang baru juga tidak tergolong menonjol. Bahkan, kabarnya, dia kurang diperankan meski pada awalnya merupakan ASN yang diboyong khusus dari Dinas Sosial Aceh oleh Alhudri, sang Kadisdik Aceh.
Ditambah latar belakang pengalaman dia yang bukan pejabat karier di Disdik, lagi-lagi menyebabkan tidak ada alasan lain yang membuat berita penunjukan Fachrial sebagai Plh Kadisdik — menggantikan Asbaruddin — menjadi istimewa.
Dan, ketika copy SK penunjukan Fachrial sebagai Plh Kadisdik mampir di meja Redaksi, pun, kami hanya menyikapinya biasa-biasa saja. Tidak pernah terbayang kalau peristiwa itu, kemudian, ternyata menjadi perhatian luas masyarakat.
Kalau kemudian “bahan mentah” tadi tetap diolah menjadi sebuah berita, itu tidak lain karena satu pertimbangan bahwa informasi tersebut diperlukan oleh masyarakat, khususnya jajaran pendidikan. Hanya sebatas itu. Tidak lebih.
Tapi, apa yang terjadi kemudian sungguh di luar dugaan. Berita pergantian Plh Kadisdik Aceh yang kami istilahkan hanya “”berita mini”” itu, ternyata mendapat respon luar biasa dari pembaca. Artikel tersebut dalam waktu singkat telah dibaca oleh ribuan orang sehingga jadi trending topik di google. Padahal hanya berita penunjukan pengganti orang kepercayaan Kadisdik Alhudri.
Berita itu terus merajai lini masa media ini, diakses oleh paling banyak pembaca.
Apakah atensi yang begitu besar terhadap isu pergantian kepala Disdik Aceh menandakan sudah begitu muaknya jajaran pendidikan terhadap kepemimpinan Alhudri? Atau, karena pengaruh sosok Fachrial?
Sepertinya asumsi pertama lebih masuk akal.
Alhudri, sejak awal, dinilai bukan figur yang tepat memimpin Disdik. Di tangan dia, mutu pendidikan Aceh dirasakan semakin merosot.
Selain itu, gaya kepemimpinan mantan camat ini juga disebut-sebut suka mengintimidasi. Di Gayo Lues, setelah dia ditunjuk menjadi Pj bupati, Alhudri dinilai banyak membuat gaduh. Sejumlah pejabat dan kepala sekolah disebut-sebut mendapat tekanan, akhirnya memilih mengundurkan diri.
Berbagai pihak sejak lama sudah menyuarakan agar Hudri diganti. Bahkan, DPRA secara khusus sudah melayangkan rekomendasi kepada Pj Gubernur Achmad Marzuki, waktu itu, agar mencopot sosok ini. Tapi, ia seperti punya kekuatan lain. Alhudri tetap aman di posisi.
Keinginan yang begitu besar akan pergantian kepala dinas pendidikan terlihat pada atensi publik. Mereka menginginkan Pj gubernur melakukan perubahan pada pendidikan Aceh. Karena itu, meskipun tidak mengenal sosok Fachrial, mereka tetap tidak peduli. Bagi mereka yang penting bukan Alhudri.[]