Bustami, Setabah Tetesan Air Menembus Cadas

Ilustrasi tetesan air (foto: pixabay)

HARI ini, Rabu 13 Maret 2024, jika tak ada aral melintang, Bustami Hamzah dilantik menjadi Pj Gubernur Aceh.  Dia menggantikan Achmad Marzuki yang ditarik pulang ke Jakarta.

Mantan Pangdam Iskandar Muda yang beralih status menjadi pejabat eselon I di Kemendagri itu seyogiyanya masih menjabat hingga Juli 2024. Masih lama. Karena itu, ada yang menyebut dengan kalimat agak sarkastis; dia dicopot dari jabatan Pj gubernur Aceh.

Itu hanya soal istilah. Mau dicopot atau diberhentikan, sama saja. Artinya, tugas dia sebagai orang nomor satu di Aceh sudah berakhir.

Sebenarnya ada yang lebih mendasar dari sekedar meributkan prosesi pergantian atau pelantikan itu. Sesuatu yang rasanya seperti mustahil. Makanya, banyak yang meragukan ketika pertama informasi ini menyeruak. Apa mungkin seorang Bustami yang sipil “menumbangkan” Marzuki yang notabene pensiunan jenderal dan orangnya Mendagri? 

Jejak digital menyajikan fakta, bahwa perpanjangan jabatan Marzuki untuk tahun kedua bukanlah perjuangan yang mudah dan biasa. Peristiwa itu memunculkan aksi demonstrasi, baik dari mereka yang pro maupun yang kontra.

DPRA sebagai representasi rakyat Aceh merupakan salah satu pihak yang menentang perpanjangan masa jabatan Marzuki. Mereka mengusulkan nama Bustami sebagai satu-satunya nama calon pengganti. Sangat berani. Sehingga, ada pengamat yang mengatakan, waktu itu, bahwa tindakan DPRA itu berpotensi mempermalukan diri sendiri. Dan, itu terbukti. Masa jabatan Marzuki diperpanjang lagi.

Tapi, keputusan Pusat yang mengabaikan usulan DPRA harus dibayar mahal. Terjadi disharmoni hubungan antara eksekutif dan legislatif Aceh. Puncaknya merembet kemana-mana. Salah satu efek yang muncul adalah terlambatnya pengesahan APBA.

Babak belur. Semua macet. Berantakan. Bahkan, untuk membayar gaji aparatur pun terpaksa dikeluarkan Pergub tentang penggunakan APBA mendahului pengesahan anggaran. Karena, pembayaran gaji PNS, anggota DPRA, dan tenaga kontrak tak bisa dilakukan sebelum adanya dokumen anggaran yang disebut DPA.

Di tengah-tengah kebuntuan itu, tiba-tiba datang kabar bahwa Bustami ditunjuk sebagai Pj gubernur menggantikan Achmad Marzuki. Sama sekali tak ada yang menduga. Pergantian itu bagaikan sesuatu yang mustahil. Tanpa usulan, tanpa “insiden” yang berarti selain persoalan mandeg-nya APBA.

Posisi Bustami sendiri usai pengusulan satu nama oleh DPRA beberapa waktu lalu, sebenarnya, tidak baik-baik saja. Posisinya bagaikan berada di ujung tanduk. Hubungannya dengan Pj gubernur sebagai atasan langsung menjadi terganggu.

Di tengah situasi yang serba tak menentu itulah “kemenangan” datang. Bustami yang dikenal sebagai pelobi ulung itu membuktikan kehebatannya. Benar atau tidak karena faktor itu, Bustami akhirnya menemukan dirinya dilantik menjadi Pj Gubernur Aceh hari ini. Pelantikan yang sesuai dengan usulan DPRA pada Juni 2023 yang lalu.

Ibarat tetesan air di atas batu karang yang keras, Bustami telah memperlihatkan kegigihan dan keteguhan itu. “Tetesan air yang jatuh satu demi satu” mampu melumatkan kerasnya batu cadas. Itulah kehebatan lobi seorang Bustami.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *