SMAN Modal Bangsa (Mosa) dibangun dengan niat baik, dengan visi jauh ke depan. Antara lain, agar anak-anak dengan IQ tinggi bisa mendapatkan asupan pendidikan bermutu. Konsepnya, di sana, mereka digembleng oleh guru-guru dan kepala sekolah hebat. Karena itu, baik siswa maupun tenaga pendidik Mosa — secara teori — diseleksi secara ketat.
Pada sisi lain, program menghadirkan pendidikan menengah atas yang bermutu itu juga punya tujuan pragmatis. Agar anak-anak Aceh berpeluang masuk perguruan tinggi terkemuka. Bisa menembus ITB, UI, atau masuk fakultas kedokteran, misalnya. “Kalau tidak, kapan anak Aceh bisa diterima di Akmil,” ujar seorang tokoh Aceh suatu ketika.
Jika kita kembali pada hakikat tujuan pendidikan, misi fragmatis tadi, tentu saja mengingkari tujuan luhur mencerdaskan bangsa. Ekslusivisme menghadirkan kesenjangan. Membangun boarding school dengan konsep dan misi seperti tadi benar-benar hanya akan mengejar aspek prestise semata. Bukan meningkatkan prestasi!
Mungkin para elit daerah ini, saat itu lupa, akan tujuan pendidikan seperti tertuang dalam Undang-undang. Padahal, menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003, pendidikan mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk semua sekolah, bukan yang berlebel unggul saja!
Selain itu, pendidikan juga bertujuan membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar. Undang-undang tidak membolehkan adanya ekslusivisme dalam penyelenggaraan pendidikan.
Dalam perjalanannya, bertahun-tahun kemudian, Mosa benar-benar ekslusif. Ia menjadi incaran anak-anak pejabat dan orang kaya. Kalau ada satu dua anak miskin atau masyarakat biasa yang bisa bersekolah di sana, mungkin, karena ia benar-benar sangat berprestasi. Atau, karena suatu keajaiban.
Sayup-sayup berhembus informasi kalau seleksi yang ketat itu tidak terjadi lagi. Mungkin isu itu ada benarnya. Sebagai bukti, prestasi Mosa semakin merosot dalam daftar sekolah terbaik nasional.
Posisi sekolah ini dalam daftar TOP 1000 tahun 2022 turun ke peringkat 157. Padahal setahun sebelumnya berada di urutan 98 nasional.
Artinya apa? Modal Bangsa pelan-pelan berubah menjadi modal biasa. Kualitas sekolah ini terus merosot dari tahun ke tahun. Tidak itu saja. Sekolah ini kemudian lebih sering memproduksi berita miring ketimbang kabar tentang prestasi.
Seperti peristiwa tanggal 20 Juli 2023 malam. Puluhan siswa senior menganiaya seorang adik kelasnya. Kata berita, perlakuan mereka sangat sadis. Selain mengeroyok, mereka juga menginjak-injak kepala adik kelasnya. Tanpa perikemanusiaan.
Ada istilah di internal mereka. Jika hendak melakukan tindak kekerasan setiap usai pengajian di mushalla, mereka menyebut istilah Jumat Keramat.
Begitulah kondisi SMA Modal Bangsa sekarang, sekolah yang dulu dibangun dengan tujuan untuk sebuah prestise. Kini memunculkan kisah menyeramkan.
Bagaimana bisa, sebuah sekolah yang dibangun dengan konsep untuk melahirkan lulusan berkualitas berubah layaknya camp premanisme. Siapa yang telah menghancurkan Modal Bangsa?[]