Pj Overacting

Ilustrasi (foto: ahmadsastra.com)

PADAHAL, mereka hanya penjabat (Pj) kepala daerah. Pejabat darurat. Sosok yang ditugaskan sementara untuk mengisi kekosongan, bukan pemilik kekuasaan berdasarkan mandat dari rakyat. Hanya sebatas itu.

Tapi, sejumlah oknum Pj ada yang merasa sangat power full. Mereka seakan-akan maharaja yang boleh bertindak sesuka hati mengobrak-abrik tatanan yang ada. Seakan-akan dialah pemilik kekuasaan sejati. Padahal, yang sebenarnya penguasa adalah mereka yang diberi kepercayaan oleh rakyat melalui pemilu atau pilkada.  

Mereka yang benar-benar mendapatkan kekuasaan dengan mandat rakyat pun tidak boleh sewenang-wenang, apa lagi hanya penguasa pura-pura, semu, yang disebut Pj.

Rakyat menyaksikan keanehan di sana-sini dalam masa booming Pj era kepemimpinan Jokowi. Tapi, memang rakyat tidak bisa berbuat apa-apa. Karena, meskipun dalam sistem demokrasi, kekuasaan berada di tangan rakyat, tapi pemilik kewenangan bukanlah rakyat. 

Kekuasaan riil tentu saja berada di tangan penguasa yang melalui saluran pemilu diberi kepercayaan kepada calon-calon yang telah melewati proses seleksi partai politik. Posisi itu disebut kepala daerah (gubernur, bupati, walikota) yang pada masa akhir kekuasaan rezim ini diduduki oleh mereka yang disebut Pj.

Karena merasa sangat power full, ada Pj di daerah tertentu yang hobinya menghilangkan jejak prestasi kepala daerah definitif sebelumnya yang ia gantikan. Tindakan yang terkesan overacting (berlebihan) lainnya suka melakukan mutasi pejabat.

Mutasi pejabat memang diperlukan, apalagi jika terjadi kekosongan jabatan. Tapi, mestinya, tidak aji mumpung. Mumpung jadi Pj bongkar sana bongkar sini, bahkan memboyong saudara sendiri untuk menduduki jabatan tertentu. Ini memperlihatkan, kalau oknum Pj seperti itu benar-benar lupa daratan. Tidak ingat kalau dia hanya seorang Pj.

Dalam meminta fasilitas juga tak tanggung-tanggung. Ada Pj di daerah tertentu yang sampai minta jatah mobil dinas baru. Bayangkan, untuk masa jabatan satu atau dua tahun, APBD harus terkuras ratusan juta untuk mengikuti libido kekuasaan seorang oknum Pj.

Tindakan-tindakan overacting para Pj yang bentuknya beragam, akhirnya, hanya menimbulkan kegaduhan demi kegaduhan. Bahkan, mungkin ada yang sampai lupa pada tugas utama karena merasa diri kepala daerah sungguhan. Dia juga mengabaikan pesan Mendagri, atasannya, saat pelantikan dulu. Bahwa, dia harus membangun komunikasi yang baik dengan semua elemen masyarakat.

Tugas Pj paling utama adalah menyiapkan tahapan pemilu, bukan mutasi pejabat! Kalau ada yang kurang di sana-sini, bersabarlah. Anda hanya pendatang sementara, koq. Kenapa merasa paling berkuasa?[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *