Refresh Sistem, Narasi yang Menyesatkan

Ilustrasi pelantikan pejabat Aceh (foto: Humas)

JURU Bicara (Jubir) Pemerintah Aceh Muhammad MTA berbicara soal mutasi pejabat SKPA kepada sebuah koran lokal, dua hari lalu. Dalam penjelasan panjang lebar yang terkesan menceramahi, ia menggunakan istilah “refresh sistem” untuk menjelaskan permasalahan mutasi.

Karena merepresentasikan Pj gubernur, maka apa yang disampaikan oleh seorang Jubir bisa menjadi rujukan para kepala SKPA atau pun publik. Jika yang disampaikan itu benar, maka akan menambah wawasan pengetahuan yang berguna. Jika sebaliknya, tentu akan menimbulkan kebingungan. Jika tak elok disebut pembodohan. 

Tentu kita pantas bertanya. Apa yang dimaksud dengan istilah “refresh sistem” dalam ranah birokrasi atau lebih sempit dalam konteks mutasi ASN yang disampaikan Jubir? Penyegaran sistem atau sistem penyegaran?

Sistem apa yang mau disegarkan? Apakah mutasi yang terus ditunda-tunda — konon karena deal tertentu dengan penguasa lama — itu akan merombak tatanan yang ada? Atau bagaimana?

Mungkin Jubir harus lebih giat lagi membaca agar tidak salah memberi penjelasan. Memimpin birokrasi itu tidak sama seperti menggarap kebun kopi atau menanam sawit yang bila pokoknya sudah tua harus dilakukan replanting. Tidak sama.

Birokrasi punya aturan baku, yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). Kemudian, ada lagi Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 40 tahun 2018.

Di dalam UU ASN, antara lain, disebut bahwa manajemen ASN menerapkan sistem merit. Pada pasal 1 disebutkan, bahwa sistem merit adalah kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja. Diberlakukan secara adil dan wajar tanpa diskriminasi.

Jika kita sederhanakan, boleh disimpulkan, bahwa pelaksanaan sistem merit harus memperhatikan jenjang karier dan profesionalisme. Bukan refresh sistem.

Sistem merit yang sudah diberlakukan oleh pemerintah tidak perlu di-refresh lagi. Itu kalau yang dimaksudkan dengan istilah tadi sebagai semacam upgrade aturan.  Karena, jika demikian pemahamannya maka akan bertambah rusak hasil refresh itu nanti.

Karena bisa jadi, akan mengulang kesalahan yang pernah dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya. Misalnya, menempatkan pejabat yang tidak sesuai dengan bidang keahlian.

Ada tiga hal yang ditekankan dalam merit system, yaitu (1) kualifikasi, (2) kompetensi, dan (3) kinerja. Ketiganya saling berhubungan satu dengan yang lain. Jadi, jika penerapan “refresh system” itu maksudnya menggodok pejabat seperti mengundi lotere, kebijakan itu tentu saja melabrak undang-undang.

Dan, praktek birokrasi primitif seperti pernah diterapkan pada pemerintahan sebelumnya sudah terbukti memberi efek buruk bagi Aceh hari ini. Bahwa, kinerja SKPA tidak berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi.

Kinerja mereka tidak sedikit pun memberi pengaruh terhadap penurunan jumlah pengangguran dan angka kemiskinan. Ini dibuktikan oleh data BPS yang secara terus-menerus menempatkan Aceh sebagai juara bertahan sebagai provinsi termiskin.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *