News  

Relawan Heran, Mualem Pilih Pejabat yang Pernah Berurusan Dengan KPK untuk Plt Sekda

Faisal Jamaluddin dan Mualem (foto: Ist)

KabarAktual.id – Kritik terhadap penunjukan Alhudri sebagai Plt Sekda Aceh semakin meluas. Setelah ketua DPRA, pengamat kebijakan publik dan akademisi, kini serangan datang dari internal. Relawan Pemenangan Mualem-Dek Fad juga mempermasalahkannya.

Faisal Jamaluddin, Juru Bicara Relawan Pemenangan Mualem-Dek Fad, merasa heran kenapa Gubernur Muzakir Manaf alias Mualem memilih Alhudri untuk Plt Sekda. “Padahal reputasi pejabat ini dikenal buruk, pernah beberapa kali diperiksa oleh KPK,” ujarnya, Kamis (20/2/205).

Menurut Faisal, seorang Sekda harus memiliki integritas yang cukup karena ia menjadi contoh bagi jajaran ASN di bawahnya. Alhudri, disebutnya, sering membuat pernyataan kontroversial dan arogan, sehingga kerap menjadi sasaran demonstrasi masyarakat.

Faisal menekankan, seorang Sekda harus menjadi sosok pengayom bagi jajaran ASN, guna melakukan penguatan internal. “Selain itu, Sekda juga harus memahami visi-misi Mualem-Dek Fad, karena dari sinilah pondasi rencana pembangunan untuk 5 tahun ke depan dimulai,” ujarnya.

Sayangnya, kata Faisal, pejabat yang memulai karier jabatan sebagai camat ini kurang berkapasitas. Tidak ada prestasi yang terlihat selama dia memangku berbagai jabatan, selain kesan temperamen dan kontroversial.  

Kondisi yang ada pada sosok Alhudri, dinilainya, akan lebih banyak menimbulkan kesulitan demi kesulitan, baik bagi gubernur maupun para kepala SKPA nantinya. Karena itu, ia mendesak Pemerintah Aceh untuk segera meninjau ulang penunjukan Alhudri sebagai Plt Sekda.

Selanjutnya, disarankan, agar Mualem lebih berhati-hati lagi dalam menandatangani sebuah dokumen administrasi, jangan sampai terulang melakukan maladministrasi seperti pada kasus SK Alhudri. “Pemerintah Aceh harus memastikan setiap pengangkatan pejabat dilakukan dengan transparan, akuntabel, dan sesuai dengan aturan yang berlaku,” sebutnya.

Faisal menegaskan integritas dan kepatuhan terhadap aturan adalah kunci untuk membangun pemerintahan yang baik dan dipercaya oleh rakyat. Maladministrasi dan pelanggaran prosedur seperti ini, disebutnya, hanya akan merusak tatanan birokrasi dan merugikan masyarakat Aceh.

Terkait dengan SK Plt Sekda atas nama Alhudri, dia menemukan sejumlah kejanggalan yang bersifat fatal. Pertama, tanggal pembuatan SK yang bertepatan dengan hari pelantikan gubernur/wakil gubernur, yaitu 12 Februari 2025.

Faisal menduga, si pembuat surat kurang cermat sehingga tidak memikirkan kelogisan atas perbuatan curang tersebut. Kejanggalan itu sekaligus mengindikasikan bahwa surat resmi pemerintah Aceh tersebut bukan disiapkan oleh instansi dan pejabat berwenang.

Kejanggalan berikutnya, surat resmi yang ditandatangani oleh pejabat negara tidak dibubuhi paraf pejabat terkait. Ini sekaligus menjelaskan, bahwa proses pembuatannya juga tidak diketahui oleh pejabat berwenang, yaitu Sekda, asisten, dan kepala BKA. “Ini adalah pelanggaran prosedur yang tidak dapat dibiarkan,” ujar Faisal Jamaluddin.

Karena dibuat di “tempat gelap”, sambungnya, format surat juga tidak mengikuti standar baku. Di dalam SK penunjukan Alhudri tidak disebutkan pemberhentian terhadap pejabat sebelumnya. Kondisi ini, secara defacto, menyebabkan terjadi dualisme jabatan Sekda. 

Ia mengaku khawatir permasalahan ini akan menimbulkan efek kemana-mana jika tidak segera diperbaiki. “Semua dokumen yang ditandatangani atau diparaf oleh pejabat ilegal ini akan dianggap tidak sah, sehingga berpotensi menimbulkan kekacauan dalam tata kelola pemerintahan,” jelasnya. 

Dualisme Plt Sekda 

Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK), Prof. Samsul Rizal, mengatakan SK pengangkatan Alhudri sebagai Plt Sekda Aceh, cacat secara administrasi. Dia membenarkan pernyataan Ketua DPRA Zulfadli yang mempersoalkan keabsahan SK penetapan Alhudri sebagai Plt Sekda.

Menurut mantan rektor USK itu, pernyataan Zulfadli memiliki dasar karena dibangun atas argumentasi logis. “Bukan pernyataan suka-suka,” sebutnya.

Rektor Universitas Batam menjelaskan, seharusnya di dalam SK penetapan Alhudri sebagai Plt Sekda Aceh, dicantumkan petikan pembatalan SK Plt Sekda sebelumnya. “Tapi kan di dalam SK pengangkatan Alhudri tidak ada petikan bahwa SK sebelumnya telah dibatalkan,” kata Samsul Rizal. 

Dengan tidak adanya pembatalan SK sebelumnya, maka di Aceh saat ini terdapat dua orang Plt Sekda Aceh. “Peristiwa ini menunjukkan terjadinya kekacauan di dalam sistem birokrasi,” sebutnya.

Menurut Samsul Rizal, bila hal ini dibiarkan berlarut-larut, akan menimbulkan kekacauan lebih parah di dalam tata kelola pemerintahan.

Ia menyarankan, supaya proses administrasi tidak menimbulkan masalah, perlu diterbitkan SK baru yang menyatakan pembatalan terhadap SK pengangkatan Diwarsyah sebagai Plt Sekda. Supaya kasus yang sama tidak terulang, ia menyarankan agar ditempatkan personel yang mengerti aturan perundang-undangan di bagian surat-menyurat.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *