Bu Pj, Siapa Pula yang Mau Stunting?

Ilustrasi isteri oknum pejabat yang suka filexing (foto: Twitter.com/PartaiSocmed)

SAFRIATI, istri Pj Gubernur Aceh Safrizal ZA, mengingatkan bahaya stunting ketika berceramah di depan para siswi SMP dan SMA Nagan Raya, Senin 2 Desember 2024. Ia berpesan agar para remaja menjaga kesehatan karena kelak akan menjadi ibu dan melahirkan generasi penerus.

Benar kata Safriati. Para remaja dan semua warga harus sehat. Para orang tua harus menjaga kesehatan anak-anaknya sehingga terhindar dari persoalan stunting.

Kita sederhanakan saja makna kata tersebut. Stunting kita anggap sebagai penyakit. Setidaknya, sebuah situasi abnormal menurut kaca mata kesehatan. Maka, “Jangan anggap remeh stunting, karena akan mempengaruhi kecerdasaan.” Begitu Safriati mewanti-wanti saat menyalurkan bantuan tablet tambah darah untuk siswi di Nagan.

Di samping menjaga kesehatan, Pj Ketua PKK Aceh itu juga berpesan kepada anak-anak agar jangan lupa diri ketika bermain gadget. Sangat mulia pesan-pesan isteri pejabat ini. Khusus untuk pesan yang terakhir, kita dukung seribu persen. Karena, faktanya memang menggelisahkan. 

Banyak anak-anak sekarang terjebak penyalahgunaan Hp untuk hal-hal kurang berguna. Misalnya, banyak dari mereka, terutama remaja pria, lupa waktu, duduk berjam-jam di warung kopi untuk menikmati fasilitas wifi gratis untuk bermain game online.

Yang lebih miris, sebagian dari korban teknologi itu justeru berasal dari kelas ekonomi kurang beruntung. Untuk kelompok ini, mungkin, nasehat Safriati, tepat. “Mengutamakan main game online atau kongkow di warung kopi tapi lupa persoalan kesehatan, makanan bergizi, dan hal-hal positif lainnya, adalah perbuatan merugikan masa depan.”

Untuk kelompok masyarakat lainnya, nasehat istri Pj gubernur itu masih layak dipertanyakan lagi. Mereka yang hidupnya senin-kamis, belum tentu mampu mencerna program stunting yang dikampanyekan tim PKK alias para isteri pejabat. Karena, bagi mereka ada yang lebih utama; dapat makan 3 kali sehari saja sudah sangat syukur meskipun itu hanya berlauk-kan garam. Jadi, mereka harus mengesampingkan dulu program stunting yang ikut dikampanyekan oleh ibu PKK tersebut. 

Apakah anda pernah membayangkan situasi miris seperti itu? Mereka yang hidupnya dihimpit oleh permasalahan ekonomi lebih mengutamakan sekedar asal bisa makan, agar bisa bertahan hidup. 
Stunting? Itu urusan ke-27 bagi kelompok seperti ini.

Meski demikian, kalau kita tanyakan, dalam lubuk hati paling dalam, mereka juga tidak mau anak keturunannya mengalami stunting. Mereka tidak mau itu.

Semua masyarakat yang waras tidak mau anaknya stunting. Apa lagi di era modern di tengah derasnya arus informasi, mereka menyaksikan perkembangan budaya yang pesat di luar sana. Mereka juga ingin anaknya jangkung, remaja Aceh juga ingin tampil cantik bak artis Korea. Tapi, orang tua mereka tidak punya uang, bu! Sumber ekonomi sulit diakses, lapangan kerja tidak tersedia.

Mereka tidak suka stunting. Tapi, pemerintah tidak menciptakan iklim usaha yang benar-benar kondusif. Pejabat hanya mementingkan diri mereka sendiri tanpa kinerja yang berkualitas. 
Ibu tahu? Berapa banyak APBA yang mengalami SiLPA setiap tahun? Triliunan !

Itu artinya apa? Itu akibat para pejabat tidak becus bekerja, sehingga anggaran tidak terserap. 

Nah, kalau anggaran tidak terserap itu artinya peredaran uang tidak terjadi. Kalau uang tidak beredar, artinya kecil sekali peluang masyarakat mendapatkan penghasilan karena usaha mereka tidak laku.

Itu salah satu kesulitan yang dihadapi masyarakat, bu. Sekali-kali coba diresapi penderitaan mereka. Jangan samakan dengan ibu PKK.

Kalian tinggal bilang ke pejabat apa yang dibutuhkan langsung beres! Seperti kegiatan bagi-bagi tablet tambah darah itu. Ibu PKK kan tinggal bilang ke Dinas Kesehatan. Semua yang diperlukan langsung tersedia. Ibu PKK tinggal menyalurkannya saja.

Masyarakat tidak semudah itu, bu. Mereka harus banting tulang untuk mendapatkan sesuap nasi. 
Makanya, pemerintah harus peduli dengan, misalnya, menempatkan orang-orang cerdas untuk memimpin SKPA. Sehingga, tidak banyak anggaran yang SiLPA. 

Jangan hanya bisa cuap-cuap kampanye stunting! Tapi, pendidikan sebagai bekal masa depan tidak dikelola secara benar dan sungguh-sungguh. 

Tidak hanya stunting secara fisik, anak-anak Aceh juga bakal menghadapi “”tsunami stunting sosial” yang jauh lebih dahsyat, kalau pendidikan bekal masa depan mereka tidak bermutu. Itu ancaman “stunting” yang jauh lebih besar bahayanya.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *