News  

Kisah Shabnam Toirova, Mahasiswi Tajikistan yang Menikmati Ramadhan di Aceh

Shabnam Toirova di depan Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh (foto: Ist)

Shabnam Toirova adalah mahasiswi asal Tajikistan yang sedang menjalani program Darmasiswa Indonesia di Universitas Syiah Kuala (USK), Banda Aceh. Gadis ini mendapatkan beasiswa dari pemerintah Indonesia mengikuti program tersebut.

Tiba di Indonesia enam bulan lalu menyebabkan dia harus menjalani ibadah puasa Ramadhan di sini, di Serambi Mekkah. Sungguh sebuah pengalaman yang tak terbayangkan sebelumnya bagi gadis ini.

Selama menjalankan ibadah Ramadhan, banyak pengalaman spiritual dan budaya yang ia rasakan. Aceh memberikannya kesan yang mendalam.

Menikmati Ramadan dalam lingkungan budaya yang baru, kata dia, sangatlah menarik. “Ini adalah pengalaman yang unik dan memperkaya rasa spiritual saya” ungkap Shabnam, Senin 24 Maret 2025.

Aceh, dengan budaya Islam yang kental, memiliki nuansa Ramadhan yang sangat berbeda. Shabnam, yang sebelumnya hanya mengenal suasana Ramadhan di negaranya, menemukan banyak tradisi baru di provinsi yang kaya dengan semangat kebersamaan ini.

Beberapa tradisi yang mengesankan Shabnam, antara lain, adalah sahur bersama, salat tarawih berjamaah, serta berbagi makanan berbuka puasa Bersama.

Bagi Shabnam, hidangan khas Aceh juga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pengalaman Ramadhannya selama berada di sini. Berbagai jenis kudapan, mie Aceh, nasi goreng dan camilan khas daerah ini. Timphan menjadi favorit baginya.

Dari semua keunikan yang ia saksikan, yang paling mengesankan adalah hari meugang, yaitu tradisi memasak dan berbagi daging menjelang Ramadan. “Makanan Aceh memiliki rasa yang luar biasa. Saya suka sekali nasi goreng dan timphan,” ujarnya.

Keramahan masyarakat Aceh juga meninggalkan kesan yang mendalam bagi Shabnam. Banyak keluarga yang mengundangnya untuk berbuka puasa bersama. Ini membuat dia merasa diterima meski berada jauh dari rumah.

Melihat begitu banyak orang berkumpul dalam keimanan adalah pengalaman yang sangat indah. “Saya merasa sangat dihargai dan tidak merasa sendirian,” ujarnya

Menurut Shabnam, Ramadhan di Aceh bukan hanya soal menahan lapar dan dahaga, tetapi juga pengalaman spiritual yang mendalam, kebersamaan yang erat, dan rasa kekeluargaan yang membuatnya merasa di rumah meski jauh dari tanah kelahiran.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *