Sekolah tak Punya Kepsek, Gak Bahaya Ta?

Ilustrasi (foto: Pixabay)

PULUHAN sekolah jenjang SMA dan SMK di Aceh tidak punya kepala sekolah (kepsek) definitif. Untuk menjalankan fungsi manajerial, pemegang otoritas, dalam hal ini Dinas Pendidikan (Disdik), menunjuk seorang pelaksana tugas (Plt) kepsek.

Biasanya yang ditunjuk untuk menduduki posisi tersebut adalah guru senior atau pejabat Cabang Dinas. Artinya, sosok itu hanya sebagai “ban serap” yang berfungsi untuk menjalankan rutinitas saja. Kalau ibarat sopir serap, dia hanya ditugaskan untuk menghidupkan mesin mobil saja.

Dengan demikian, sekolah-sekolah yang dipimpin oleh Plt sejatinya tidak punya kepala sekolah. Aktivitas di sana, semua berjalan secara autopilot. Hanya seadanya.

Karena itu, jangan mengharapkan sesuatu yang bernilai strategis pada diri seorang Plt. Dia hanya boh timon bungkok alias pelengkap saja. Tampil hanya sekedar untuk mengisi bangku kosong atas nama sekolah jika ada rapat-rapat. Tidak lebih.

Artinya, Plt kepsek bukanlah sosok yang memiliki tanggung jawab untuk memikirkan kualitas pembelajaran, atau bertanggung jawab untuk mengontrol pelaksanaan tugas teman-temannya. Apa lagi jika posisi Plt diduduki oleh pejabat Cabang Dinas, sudah pasti akan sangat jarang berada di sekolah.

Karena, waktu dan pemikirannya sudah banyak tersita untuk mengurus tugas utamanya di kantor.
Itu sebabnya, maka wajar bila proses pembelajaran di sekolah yang tak punya kepsek berjalan sangat ala kadar. Makanya, sulit membayangkan muncul lulusan berkualitas yang mampu menerobos PTN ternama dari sekolah-sekolah yang dipimpin Plt.

Kalau status Plt bersifat sementara, itu hal yang wajar. Tidak mungkinlah begitu ada kekosongan langsung dilakukan pergantian. Memang butuh proses lantaran pengisian kepsek juga harus mengikuti aturan.

Tapi, jika kekosongan itu dibiarkan berlarut-larut dalam waktu yang lama, ini tentu menjadi pertanyaan. Apa lagi jumlahnya bukan satu atau dua sekolah, tapi mencapai puluhan.

Kita sebagai awam tidak mengerti kendala apa yang sedang dihadapi oleh Pemerintah Aceh sehingga banyak sekolah yang dibiarkan seperti itu, tak terurus dengan semestinya. Padahal, di tempat lain, persoalan pendidikan menjadi urusan utama yang dipikirkan dengan sungguh-sungguh.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *