BANYAK orang mengatakan Bustami Hamzah, penjabat gubernur Aceh, adalah pelobi ulung. Mungkin penilaian itu ada benarnya.
Sejumlah fakta bisa dijadikan bukti. Contohnya, dia bisa meredam “amarah” DPRA yang — ketika Aceh dipimpin Pj Gubernur Achmad Marzuki — sangat murka jika APBA digunakan untuk mendukung penyelenggaraan PON. Protes itu, kini, senyap.
Itu belum seberapa …
Jangan cepat lupa! Bustami adalah pejabat eselon II Pemerintah Aceh yang pernah mengundurkan diri, ekses perseteruannya dengan Gubernur Nova Iriansyah beberapa waktu silam.
Biasanya, pejabat yang telah mengundurkan diri sangat sulit untuk bangkit kembali. Kebanyakan, justeru, tamat kariernya. Tapi, rumus itu tidak berlaku untuk suami Mellani Subarni tersebut.
Hebatnya lagi, Bustami malah bisa bangkit lebih tinggi. Dia berhasil menggapai jabatan eselon I sebagai Sekda Aceh dari posisi terpuruk sebagai mantan pejabat yang mengundurkan diri. Keberhasilan itu tentu tidak terlepas dari kehebatannya yang jago lobi.
Belum selesai di situ. Ini lebih hebat lagi.
Tidak lama mendampingi Pj Gubernur Achmad Marzuki sebagai Sekda, dia melakukan manuver dengan mengincar kursi yang sedang diduduki mantan Pangdam Iskandar Muda tersebut. Bustami mendapat sokongan penuh DPRA.
Waktu itu, DPRA dengan sangat berani hanya mengusulkan nama Bustami satu-satunya sebagai calon Pj gubernur menggantikan Achmad Marzuki. Mengerikan, bukan? Bustami berani face to face dengan Achmad Marzuki, yang tidak lain, atasan langsungnya. Militer pula.
Pada mulanya, ia memang gagal. Tapi, kemudian terjadi ketegangan yang amat parah. Kemelut yang — salah satunya — mengakibatkan hubungan Pj gubernur dengan DPRA memburuk.
Itulah beberapa fakta Bustami jago lobi. Meski demikian, dia tidak boleh lengah.
Bustami boleh saja merasa sebagai pemenang dalam gonjang-ganjing perseteruan merebut posisi Aceh-1, menjadi penjabat gubernur Aceh. Apa yang secara logika, hampir tidak mungkin diraih untuk ukuran saat itu.
Bisa disaksikan sekarang. Setelah setahun perjalanan tugas Bustami sebagai penjabat gubernur mulai terjadi gonjang-ganjing di sana sini. Dia dituduh melakukan politik balas dendam setelah mencopot Dirut Bank Aceh dan beberapa posisi di BUMD.
“Lawan politik” mantan kepala BPKA itu tidak tinggal diam. Muncul gerakan perlawanan untuk menghabisi karier Bustami. Beberapa aksi unjuk rasa terang-terangan menuntut agar Mendagri mencopot Bustami.
Ada dugaan keterlibatan salah satu pejabat di balik upaya mendongkel Bustami dari kursi Aceh-1. Oknum pejabat ini diduga membiayai para pengunjuk rasa.
Bustami tentu harus ekstra hati-hati. Harus selalu waspada. Sebab, ada “kerikil” yang bersemayam di dalam “sepatu”nya. Kerikil yang akan terus menggangu sepanjang perjalanan menakhodai roda kepemimpinan Pemerintah Aceh saat ini.
Apakah Bustami punya keberanian menyingkirkan kerikil itu? Atau, jangan-jangan, justeru dia sendiri yang akan jatuh tersungkur duluan?[]