BAHWA ada yang menuding Taqwallah, Sekda Aceh, otoriter, sayup-sayup kita pernah mendengarnya. Untuk membuktikan hal itu tentu sulit. Apa lagi untuk meminta pengakuan dari ASN. Hil yang mustahal. Maksudnya, hal yang mustahil. Meskipun dalam hati banyak ASN yang mengakuinya.
Sama sulitnya membuktikan dia Sekda yang one man show. Meskipun hari-hari publik bisa menyaksikan sendiri.
Hari-hari dia melakukan semuanya sendiri. Seperti dalam dua hari belakangan, dia berkeliling Aceh untuk membagikan SK kenaikan pangkat pegawai. Padahal, seharusnya, pekerjaan itu cukup dilakukan oleh pejabat eselon IV, staf, atau bahkan cukup dengan mengirimnya saja.
Tapi, menurut Taqwallah, itu adalah terobosan. Bisa membagikan langsung SK kepada pegawai.
Meskipun tidak ada nilai kualitas administrasi pada kegiatan yang pastinya menimbulkan pemborosan anggaran SPPD tersebut. Sebab, dia hanya singgah beberapa menit untuk membagikan SK. Setelah itu langsung tancap gas berpindah tempat ke lokasi lain. Persis seperti kerja kejar tayang.
Kerja model seperti itu terus berulang. Tanpa evaluasi. Apakah punya makna yang signifikan terhadap peningkatan kualitas kinerja birokrasi SKPA yang mengurus pangkat pegawai atau tidak? Yang penting setiap periode bisa antar SK, habis perkara!
Pola yang dilakoni Taqwallah ini selama kepemimpinan Gubernur Nova Iriansyah aman-aman saja. Karena mereka memang tim yang kompak. Saling mendukung satu sama lain.
Tidak tahu sekarang, di bawah kepemimpinan Pj Gubernur Achmad Marzuki. Apakah dia akan mampu meyakinkan gubernur pengganti Nova tersebut dengan pola kerjanya selama ini yang one man show seperti tur keliling Aceh untuk mengantar SK itu memang pekerjaan penting?
Yang jelas, semua punya batas. Semua akan tiba di titik akhir.
Jika sebelumnya, Taqwallah dengan mulus bisa “meyakinkan” Nova sehingga sang gubernur percaya kepadanya 100 persen. Sehingga, semua kebijakan diserahkan bulat-bulat. Belum tentu sekarang.
Lama-lama, pola kerja yang tidak sesuai norma umum pasti terkuak. Hari ini terbukti.
Dimulai dengan terbukanya soal program penanganan stunting. Semula, semua hanya bisa “enggeh” saja ketika Taqwallah memperkenalkan GISA (gerakan immuniasi dan stunting Aceh).
Sampai semua dikerahkan. Mulai dari para kepala SKPA, Sekda kabupaten/kota, hingga para camat. Meskipun banyak SKPA yang kewalahan karena keterbatasan anggaran. Dia juga menyemarakkan GISA dengan pemasangan stiker di mobil dinas, dan lain sebagainya.
Semua dibuat terpelongo tak berdaya sampai akhirnya ketua Komisi V DPRA membocorkan “rahasia” Sekda Taqwallah.
Di sini, terbukti, bahwa Taqwallah kurang terbuka. Selain tidak melibatkan semua unsur terkait dalam program GISA, seperti IDI, dia juga tidak menyampaikan informasi tentang program penanganan stunting kepada Pj gubernur secara komprehensif.
Seperti diungkapkan oleh Ketua Komisi V DPRA, M Rizal Falevi Kirani. Ternyata, Pemerintah Aceh jauh sebelumnya telah melaksanakan program penanganan stunting. Sudah dimulai sejak 2018 dengan lahirnya Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 14 Tahun 2018 tentang Pedoman Pencegahan dan
Penanganan Stunting di Aceh. Kemudian dibentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Stunting Aceh.
Berdasarkan Pergub tersebut kemudian dibentuk Program Rumoh Gizi Gampong (RGG) yang telah menjadi metode dalam penanganan dan pencegahan stunting di Aceh. Program RGG adalah mekanisme terstruktur dari pencegahan dan penanganan stunting yang memastikan masyarakat gampong sebagai subyek dan dibantu langsung oleh pihak Puskesmas.
Pelaksanaan program ini juga komprehensif dan menyeluruh karena didukung oleh pemerintah kabupaten/kota. Melalui RGG dipastikan bahwa warga stunting mendapat bantuan makan dengan gizi dan protein yang cukup untuk 3 kali sehari selama 3-6 bulan.
Kenapa hal ini tidak dilaporkan kepada Pj gubernur? Padahal jika mau jujur, tidak perlu ada program baru seperti Gerakan Imunisasi dan Stunting Aceh (GISA) yang hanya akan membuat bingung masyarakat.
Diam-diam, Pj gubernur tampaknya juga tidak sepenuhnya percaya begitu saja pada “teori” Taqwallah. Buktinya, IDI yang dalam banyak agenda ditinggalkan Taqwallah, pada Selasa 30 Agustus 2022, mulai dirangkul oleh Pj gubernur.
Dalam pertemuan khusus di pendopo, organisasi para dokter itu diminta agar menyusun konsep yang komprehensif tentang penanganan stunting di Aceh. Tidak tanggung-tanggung, konsep yang diminta dibuat dalam bentuk buku panduan itu akan dipresentasikan di depan para bupati/wali kota se-Aceh dalam waktu yang tidak lama lagi.
Publik pasti membaca, Pj gubernur punya cara sendiri yang lebih sistematis dan profesional dalam bekerja. Contohnya, ia melibatkan IDI — yang nota bene ada pakar kesehatan di dalamnya — dalam menangani stunting. Artinya, mantan Pangdam Iskandar Muda itu tidak menerima begitu saja teori yang dikemas seakan-akan sudah cukup sempurna. Nah, lho!