Opini  

Trik Murahan Menguasai APBA

Avatar photo
Ilustrasi (foto: CNBC)

BUSTAMI Hamzah, yang kini masih Sekda Aceh, kembali membuat kontroversi. Setelah melakukan “perselingkuhan” dengan DPRA untuk maju sebagai calon Pj gubernur beberapa waktu lalu, kini, dia mengulang kesalahan yang nyaris sama.

Mantan kepala BPKA yang mengundurkan diri karena berseteru dengan Gubernur Nova Iriansyah, dulu, itu dikabarkan bertingkah antagonis. Dia terkesan berjalan sendiri.

Kali ini bukan hanya “membelakangi” Pj Gubernur Achmad Marzuki, atasannya, tapi juga Kementerian Dalam Negeri. Dia mbalelo dengan memerintahkan semua SKPA agar tidak mengutak-atik pos anggaran pokok pikiran (pokir) milik anggota DPRA dalam dokumen APBA tahun 2024.
Isu itu kini ditulis besar-besar oleh sejumlah media. Benarkah?

Sayangnya, hingga sejauh ini belum terdengar klarifikasi dari Bustami. Karena itu, boleh jadi, masyarakat menaganggap rumor itu sebagai sebuah kebenaran.

Kata berita, Kemendagri meminta agar Pemerintah Aceh melakukan rasionalisasi terhadap pos anggaran pokir. Sekda selaku ketua TAPA justeru membuat surat kepada para kepala SKPA agar tidak mengutak-atik pokir.

Publik menangkap dengan cepat sinyal kenapa ada pihak yang sangat keberatan pokir diganggu. Tidak lain karena kebetulan saat ini, para anggota Dewan sedang menghadapi tahun politik. Agenda ini tentu saja membutuhkan kapital sangat besar untuk membiayai seluruh proses mengikuti kontestasi.

Pada saat demikian, mereka lupa, bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2024 mesti dilaksanakan sesuai dengan aturan. Perencanaan dan eksekusi APBA harus sesuai qanun dengan mengutamakan skala prioritas yang beroreintasi pada kepentingan rakyat Aceh.

Karena itu, pelaksanaan APBA oleh SKPA mesti sesuai aturan. Pemanfataan APBA yang notabene adalah uang rakyat harus sejalan dengan nilai yang signifikan untuk mengubah kehidupan rakyat Aceh ke arah lebih baik.

Pembangunan di segala lini juga harus memperhatikan aspek keadilan semua wilayah agar tidak semakin memperlebar jurang ketimpangan. APBA harus membiayai pembangunan yang justeru tidak semakin mempertontonkan ketidakadilan secara terus-menerus.

Karena itu pengelolaan anggaran belanja publik meski sejalan serta selaras untuk kepentingan rakyat Aceh. Sehingga, “kue” APBA bisa menjadi stimulus ekonomi, mampu membawa perubahan, serta peningkatan pendapatan rakyat Aceh di tengah ketidakpastian dan kesulitan berhadapan dengan tahun politik. 

Para politisi dan elite kekuasaan jangan hanya sibuk mementingkan dirinya sendiri menghadapi Pemilu 2024. Mereka mestinya punya empati melihat kesulitan rakyat, jangan hanya licik menyusun strategi busuk untuk bagaimana memuluskan rencana mencuri uang rakyat melalui dengan modus dana aspirasi atau pokir.

Para politisi jangan hanya mengedepankan libido kekuasaan untuk menguasai belanja publik APBA 2024 untuk kepentingan politik dan kapitalisasi politik mereka. Mereka tidak boleh menyandera Sekda selaku ketua TAPA untuk tunduk dan patuh pada keinginan picik menguasai APBA dengan menggoalkan pos pokir.

Apa yang dipertontonkan hari ini adalah persekongkolan sangat telanjang dengan memanfaatkan Sekda agar berpihak pada keinginan mereka. Patut diduga ada bargaining yang saling memanfaatkan keuntungan antara Sekda dan DPRA.

Persekongkolan itu jelas menafikan kepentingan rakyat Aceh. Sekda lebih membela kepentingan Pokir Dewan daripada melihat program-program prorakyat dalam APBA 2024.

Miris sekali. Di tengah ketidakharmonisan hubungan dengan Pj gubernur, Bustami membangun kepentingan politik berbau kepentingan materi dengan DPRA. Dengan cara kerja seperti itu dapat dipastikan kondisi kehidupan rakyat Aceh ke depan akan tetap sulit, karena tidak terjadi stimulus ekonomi antarsektor, informal dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Ketimpangan antarwilayah Aceh juga tak tersentuh. Sekda sibuk melakukan negosiasi untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya, Dia lebih pro kepada anggota Dewan yang sibuk berjuang untuk keselamatan dana pokir Dewan demi kapitalisasi politik ketimbang nasib rakyat yang memilihnya.

Hari ini, Bustami kembali mempertontonkan “keluguan”-nya. Sebuah lelucon yang sama sekali tidak lucu saat dia berada di puncak kekuasaan birokrasi yang belum tentu bisa diraih oleh semua ASN. Kasihan!

  • Penulis, merupakan pengamat kebijakan publik dan akademisi, berdomisili di Banda Aceh

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *