KabarAktual.id – Rencana pihak Dinas Pendidikan (Disdik) Aceh membeli lampu tenaga surya untuk SMA senilai Rp 12 miliar memicu polemik. Sorotan tajam datang dari kalangan akademisi dan pengamat pendidikan.
Kepala Disdik Aceh Marthunis yang dimintai penjelasannnya mengatakan, pengadaan lampu juga penting. “Kegunaannya untuk penerangan lingkungan sekolah. Bagian dari Sarpras sekolah,” ujarnya menjawab media ini, Jumat (25/4/2025).
Salah seorang akademisi Darussalam, Dr Samsuardi, menilai, kebijakan itu justeru mencerminkan kegagalan pemerintah daerah dalam menetapkan skala prioritas pembangunan sektor pendidikan. Kebijakan ini disebutnya sebagai bentuk pemborosan di tengah keterpurukan mutu pendidikan Aceh.
Realitas di lapangan, kata Dr Sam, ada hal yang lebih substantif dan mendesak tapi sama sekali tidak menarik bagi pejabat Disdik.
Ia menunjuk contoh banyak sekolah di daerah terpencil masih menghadap problem kekurangan guru, fasilitas belajar yang minim, serta berbagai sarana pendidikan yang timpang. “Ketika mutu pendidikan kita masih jauh tertinggal, menghabiskan Rp12 miliar untuk lampu terasa tidak masuk akal,” tegasnya.
Samsuardi juga menyatakan perasaan aneh, kenapa tiba-tiba hari ini Disdik mengurus hal-hal yang sifatnya sangat remeh temeh. Padahal selama ini, lampu penerangan itu sama sekali tidak menjadi keluhan di lapangan. “Ini bukan soal stuju tidak setuju, tapi yang kita sayangkan cara pihak Disdik dalam menyusun program yang menjadi skala prioritas,” ujar Samsuar, Jumat (25/4/2025).
Menurut Dr Sam, dana sebesar itu seharusnya dapat dimaksimalkan untuk hal-hal yang lebih langsung berdampak pada peningkatan kualitas pembelajaran, seperti pengadaan bahan ajar, laboratorium, pelatihan guru, atau bantuan pendidikan untuk siswa miskin di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).
Ia juga mempertanyakan transparansi dan urgensi proyek ini di tengah kondisi pendidikan Aceh yang stagnan. “Penerangan penting, tapi apakah itu yang paling dibutuhkan sekarang? Ketika ruang kelas rusak, siswa tidak punya buku, guru mengajar tanpa alat bantu, lalu kita bicara soal lampu surya senilai miliaran rupiah. Ini keputusan yang absurd,” katanya.
Ia mendesak pemerintah Aceh untuk lebih peka terhadap realitas pendidikan di akar rumput dan tidak terjebak pada proyek-proyek yang tidak menyentuh substansi pembelajaran. “Jangan sampai kebijakan pendidikan justru menjauh dari kebutuhan murid dan guru di lapangan. Orientasi anggaran jangan terpaku pada daya serap saja, tapi juga harus dilihat kebermanfaatan sesuai tupoksi. Harus berdampak,” pungkasnya.[]