KabarAktual.id – Kebijakan efisiensi anggaran yang dijalankan Presiden Prabowo Subianto dikritik berbagai kalangan, termasuk anggota DPD RI. Prabowo sendiri menyebut ada “raja kecil” juga melawan kebijakannya.
Berbicara pada Kongres ke-XVIII Muslimat NU di Jatim Expo, Surabaya, Senin (10/2/2025), Prabowo menyebut raja kecil itu merasa kebal hukum. Pernyataan tersebut menimbulkan rasa penasaran publik. Siapakah yang dimaksud “raja kecil” oleh Prabowo?
Menurut Direktur Segara Institut Piter Abdullah, istilah “raja kecil” selama ini lebih ditujukan kepada kepala daerah, khususnya kabupaten/kota. Tidak sedikit dari mereka yang bersikap seperti itu sejak lama.
“Saya kira itu lebih ditujukan ke kepala daerah, khususnya kabupaten kota yang memang sudah cukup lama berperilaku seperti raja kecil dengan kewenangan dan anggaran yang mereka miliki,” kata Piter dilansir detikcom, Senin (10/2/2025).
Dikatakan, ketentuan otonomi daerah di mana mereka dipilih langsung dan memiliki banyak kewenangan, membuat mereka seperti terpisah dan tidak perlu mematuhi pemerintah provinsi dan pusat. Akibatnya, koordinasi sering menjadi sulit.
Senada dengan itu, Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira juga menduga bahwa kepala daerah sebagai sosok yang disinggung sebagai ‘raja kecil’.
Namun selain kepala daerah, menurutnya sosok tersebut juga bisa berarti sosok menteri. “Ada dua, bisa kepala daerah atau menteri yang merasa bahwa pemangkasan anggaran dilakukan secara berlebihan tanpa melihat dampaknya,” ujar Bhima.
Ia menilai wajar ada protes dari berbagai sudut karena model pemangkasan ala Prabowo dalam Inpres 1/2025 berbeda dengan automatic adjustment era Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) dulu.
Dulu, menteri atau kepala lembaga bisa kirim surat rekomendasi untuk membuka blokir anggaran apabila dirasa efisiensi salah sasaran, namun sekarang tidak demikian.
Menurut dia kebijakan yang main pangkas saja, secara esensial, akhirnya berimbas kemana-mana. Misalnya, ada pegawai yang disuruh beli BBM sendiri untuk operasional, sampai gangguan layanan publik lainnya. “Ini kan nggak bener, ya … main pangkas asal-asalan begitu,” katanya.
Bhima sendiri menilai, pemangkasan anggaran perjalanan dinas (perjadin) atau rapat di hotel masih dibenarkan karena sudah ada ruang di gedung pemerintah untuk rapat. Namun apabila sampai pelayanan publik terganggu, menurutnya wajar bila menuai protes.
Begitu juga soal masalah kewenangan daerah mengelola sendiri anggarannya, kata dia, jadi terganggu karena pemerintah pusat intervensi sampai ke APBD. “Apalagi banyak daerah yang kapasitas fiskalnya terbatas jadi terimbas pemangkasan,” ujar Bhima.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan alasannya menerapkan efisiensi anggaran di kementerian, lembaga, dan daerah, untuk masyarakat. Prabowo menyinggung ada ‘raja kecil’ yang melawan kebijakannya tersebut.
Menurut Prabowo, ia melakukan penghematan pada pengeluaran-pengeluaran yang tidak perlu, pengeluaran-pengeluaran yang mubazir, pengeluaran-pengeluaran yang alasan untuk nyolong. “Ada yang melawan saya, ada. Dalam birokrasi merasa sudah kebal hukum, merasa sudah menjadi ‘raja kecil’, ada,” sebutnya.
Prabowo menegaskan, bahwa dia mau menghemat uang, uang itu untuk rakyat. “Untuk memberi makan untuk anak-anak rakyat,” kata Prabowo.[]