SEJATINYA, pelaksanaan pemilu atau pilkada harus independen. Harus bebas dari tekanan atau kultus individu, sehingga orang-orang yang terlibat dalam penyelenggaraannya bisa bersikap adil dan obyektif.
Pilkada bukan semata kerja prosedural untuk mengantarkan seseorang ke kursi jabatan kepala daerah. Apa lagi klaim kemenangan secara dini. Bahaya. Ini cara-cara berpikir tiran.
Karenanya, perlakuan terhadap setiap kontestan pilkada harus sama; setara. Tidak boleh ada yang mendapatkan privilege (hak istimewa) dalam semua persyaratan dan tahap pelaksanaannya.
Para kontestan harus berkedudukan sama di depan aturan. Yang harus dijunjung tinggi itu aturan, bukan sosok seseorang. Karena itu, perlakuannya harus sama antara anak presiden atau rakyat jelata.
Jangan sampai, misalnya, gara-gara salah satu peserta merupakan anak presiden, dia boleh sesuka hati. Boleh menggunakan alat canggih ketika debat, sehingga lancar menangkis serangan lawan.
Makanya, sebelum memasuki ruang debat, semua calon harus diperiksa, harus digeledah. Jangan sampai ada alat lain yang dipasang di belakang baju yang itu merupakan kecurangan.
Demikian pula dengan pelaksanaan pilkada. Semua calon harus patuh dan menghormati aturan serta semua tahapan yang telah ditetapkan. Tidak boleh ada rekayasa tertentu untuk menyiasati aturan, sehingga berpotensi menimbulkan kecurangan.
Pasangan kandidat Muzakir Manaf (Mualem) dan Fadhlullah boleh saja membuat surat meminta penundaan pemeriksaan kesehatan. Tapi, mereka harus menyampaikan argumentasi yang bisa diterima oleh publik. Tidak cukup dengan mengatakan alasan sepihak dan terkesan sangat private.
Masih ikut pilkada saja sudah menutup diri, bagaimana lagi nanti seandainya berkuasa?
Mari memposisikan diri setara di depan hukum (aturan). Karena kontestasi pilkada itu bukan merebut kekuasaan, tapi bagaimana bekerja untuk mengangkat harkat dan martabat rakyat.
Pilkada adalah urusan publik. Karena itu, jangan dibawa ke ranah private. Publik akan menghormati kalau alasan tidak bisa mengikuti tahapan itu bisa dijelaskan secara transparan dan masuk akal.
Di situlah makna independensi pilkada. Semua pihak harus memposisikan diri setara; tidak boleh jemawa merasa seakan-akan sudah menang sebelum waktunya. Pilkada harus terlaksana secara adil dan beradab.[]