Plus Minus Alhudri

Ilustrasi (foto: dok Inet)

PUBLIK menyikapi hengkangnya Alhudri dari posisi kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Aceh, sejak Selasa 21 Mei 2024, dengan cara pandang berbeda. Ada yang dengan masygul berkata, Alhudri telah mendedikasikan dirinya dengan segala plus-minus selama lebih 3 tahun memimpin Disdik.

“Tak ada gading yang tak retak,” ucap yang lain.

Di mata salah seorang pejabat, lain lagi penilaiannya. Sambil berkelakar, dia mengibaratkan pergantian kepala Disdik Aceh dengan sesuatu yang berbau mistis. “Ka reubah kayee meusane’ (telah tumbang pohon angker, Red),” ujar orang ini.

Pejabat tersebut tentu saja hanya berkelakar. Mungkin maksudnya ingin menggambarkan bahwa Alhudri, mantan kepala Disdik, adalah sosok pejabat yang sulit tergusur dari jabatan, seperti sulitnya menebang pohon yang meusane’

Sejak pertama pindah dari kabupaten di masa Gubernur Zaini Abdullah tahun 2012, dia belum pernah nonjob. Bandingkan dengan yang lain. Ada yang hanya menjabat sebentar, setelah itu hilang dari peredaran.

Pj Gubernur Bustami Hamzah, contohnya. Dia pernah meletakkan jabatan pada era Gubernur Nova Iriansyah. Padahal sosok ini dikenal jago lobi, tapi sempat juga tenggelam beberapa lama.

Sedangkan Alhudri, tidak. Dia tetap berada dalam sistem, siapa pun gubernurnya. Tidak berlebihan kalau kemudian ada yang mengatakan, bahwa ungkapan “setiap orang ada masanya, setiap masa ada orangnya” tidak berlaku untuk Alhudri. Selama ini, dia eksis di sepanjang masa.

Sosok Alhudri menjadi sangat fenomenal setelah banyak pihak mengkritik kinerjanya. Kadisdik orbitan mantan Gubernur Nova ini selain dinilai tidak memenuhi syarat memimpin Disdik karena tidak menguasai tupoksi juga dinilai banyak melakukan hal yang “aneh-aneh”.

Salah satu kesalahan Alhudri adalah ketika dia memilih para pembantunya tidak berdasarkan pertimbangan kapasitas untuk menunjang output kinerja mencapai misi organisasi. Umumnya dia merekrut, apakah pejabat, tenaga ahli atau bahkan tenaga kontrak, berdasarkan kepentingan pragmatis semata. 

Meski demikian, dia selalu membuat klaim superlatif atas apa yang dia lakukan. Dia merasa telah melakukan yang terbaik. Pendidikan Aceh ranking 1, dan seterusnya. 

Publik tentu saja tidak bisa menerima begitu saja klaim sepihak tersebut. Akibatnya, energi habis terkuras untuk menutupi berbagai kekurangan dengan mengerahkan buzzer mengemas pencitraan.

Mungkin itulah maksud ungkapan seseorang tadi. Bahwa, sebagai kepala dinas, Alhudri memiliki plus minus. Ya … plus untuk pencitraan dan minus untuk prestasi.

Hengkangnya Alhudri dari Disdik menandai era baru di instansi itu. Mereka yang selama ini merasa bekerja dalam suasana tekanan dan intimidasi akan merasa lega dan bersyukur. Pasti dengan suka cita mereka akan mengucapkan selamat jalan. Pergilah dengan tenang! 

Keluarga besar Disdik sekarang memiliki pemimpin baru. Semoga pilihan Pj gubernur, kali ini, tidak salah. Jangan sampai mengulang plus-minus yang pernah terjadi sebelumnya. Kasihan masa depan pendidikan putra-putri Aceh.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *