PADA era digital, saat ini, kemajuan teknologi memang tidak bisa dipungkiri. Ia memberikan kemudahan di segala hal. Namun, kemajuan ini juga tak selamanya memberikan dampak positif, sehingga kita harus bijak dalam menyiasatinya.
Ada beberapa kondisi yang menjadikan kemajuan teknologi memberikan dampak negatif bagi kehidupan seseorang. Salah satunya adalah fenomen flexing yang semakin marak di tengah kemajuan teknologi, seperti media sosial.
Sederhananya, istilah flexing atau pamer adalah suatu kegiatan yang acap kali dilakukan oleh seseorang dengan sengaja atau tidak sengaja untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain.
Untuk mengetahui lebih lanjut masalah perilaku ini, yuk simak apa itu flexing, tujuan, penyebab terjadinya dan akibat yang ditimbulkan dari tindakan flexing.
Apa itu flexing?
Istilah flexing berasal dari kata flex yang berarti melunturkan otot untuk menunjukkan kekuatan fisik seseorang atau kesiapan seseorang dalam bertarung. Adapun arti metafora dari istilah ini adalah sikap seseorang yang merasa lebih baik dari orang lain.
Mengutip dari Cambridge Dictionary, flexing diterjemahkan sebagai sikap memamerkan sesuatu yang dimiliki maupun diraih. Tapi, tindakan itu dilakukan dengan menggunakan cara yang yang dianggap buruk oleh orang lain.
Flexing yang dapat menjadi kebiasaan ini juga bisa dilakukan dengan cara memamerkan barang-barang mewah yang baru saja dibeli. Hal ini biasanya dilakukan untuk membanggakan sesuatu dan mendapatkan pengakuan.
Adapun contoh flexing yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari adalah ketika influencer di sosial media flexing tas atau sepatu dari desainer ternama dan kekayaan lainnya.
Tujuan flexing
Tujuan orang-orang flexing ada beragam, diantaranya:
Menumbuhkan rasa percaya diri
Membuktikan kemampuan
Strategi marketing
Memamerkan status sosial
Menarik perhatian lawan jenis atau orang lain
Penyebab terjadinya fenomena flexing
Berikut adalah penjelasan akan beberapa faktor yang bisa menyebabkan kebiasaan flexing itu terjadi:
1. Mencari perhatian
Salah satu penyebab terjadinya tindakan flexing yang dilakukan oleh seseorang adalah untuk mencari perhatian orang yang di sekitarnya maupun orang tertentu yang mereka tuju. Mereka akan melakukan berbagai macam cara agar bisa membuat orang yang mereka tuju mengetahui keberadaannya.
Sebagai contohnya adalah menggunakan penampilan yang mencolok atau bersikap yang bisa membuat dirinya mendapatkan perhatian dari orang lain.
2. Insecure atau tidak percaya diri
Flexing dapat terjadi disebabkan oleh kondisi insecure dalam diri seseorang. Mereka akan melakukan tindakan flexing ketika merasa bahwa keberadaan dirinya kurang dihargai atau kurang dianggap penting oleh orang lain. Mereka akan menunjukkan kepada khalayak umum jika dirinya berhak untuk bisa diterima di dalam suatu lingkungan serta mendapatkan pengakuan dari orang lain.
3. Masalah kepribadian
Ada beberapa masalah kepribadian yang bisa menyebabkan seseorang begitu suka mencari perhatian, sehingga membutuhkan pengakuan serta ingin diperlakukan oleh orang lain apabila dirinya merupakan yang paling hebat bila dibandingkan dengan orang lain yang ada di sekitarnya.
4. Tekanan sosial
Tak bisa dipungkiri jika tekanan sosial di lingkungan sekitar bisa terjadi pada siapa saja. Sebagai contohnya adalah adanya tuntutan gaya hidup dalam pergaulan yang bisa menyebabkan seseorang melakukan tindakan flexing.
5. Kurang empati
Kebanyakan dari mereka yang melakukan tindakan flexing tidak akan menyadari jika perilaku yang dilakukannya bisa membuat orang lain merasa tak nyaman atau bahkan merasa begitu terganggu. Itu artinya, tindakan flexing dapat terjadi karena kurangnya rasa empati pada seseorang yang melakukan flexing.
Akibat yang ditimbulkan dari rindakan flexing
Tindakan flexing yang digunakan untuk tujuan strategi marketing bisa sangat memberikan keuntungan. Akan tetapi, jika tindakan flexing dilakukan dengan tujuan pamer kekayaan, tentunya hal tersebut akan memberikan dampak kurang baik. Berbagai dampak buruk flexing, di antaranya:
1. Dapat mengganggu kepribadian
Seorang psikolog di Knox College penulis buku The High Price of Materialism memberikan penjelasan jika seseorang yang melakukan tindakan flexing memiliki sifat kurang empati, kurang prososial dan lebih kompetitif, sehingga akan mengganggu kepribadiannya sendiri.
Selain itu, seseorang yang terbiasa melakukan tindakan flexing juga cenderung untuk tidak memberikan dukungan terhadap kelestarian lingkungan. Bahkan, mereka cenderung mendukung keyakinannya yang merugikan dan juga diskriminatif.
2. Adanya potensi memaksakan keadaan
Hal ini karena mereka yang melakukan flexing terbiasa tampil dengan barang-barang mewah yang mengakibatkan mereka ingin selalu menunjukkan eksistensinya. Hal ini ternyata sangat berbahaya ketika di kemudian hari pihak yang melakukan flexing tidak bisa memenuhi keinginan tersebut. Tentunya kondisi tersebut bisa mengarah ke pemaksaan tujuan.
Dengan kata lain, mereka yang sudah terbiasa melakukan tindakan flexing biasanya akan selalu berupaya untuk melakukan tindakan flexing walaupun keadaannya sedang tidak memungkinkan sekalipun.
3. Terasa sulit mendapatkan teman
Banyak orang menganggap jika memiliki kekayaan bisa menarik perhatian orang lain dan lebih mempermudah untuk mendapatkan teman. Namun, fakta yang terjadi sebenarnya adalah ketika seseorang terbiasa melakukan tindakan flexing justru akan sulit untuk mendapatkan teman.
Sebuah studi menyebutkan jika ada sekitar 66 persen orang cenderung memilih mobil mewah dibandingkan mobil standar. Akan tetapi, kebanyakan orang akan lebih senang untuk berteman dengan mereka yang memiliki keadaan standar.
Pada dasarnya, flexing yang dilakukan oleh seseorang tak lain hanya untuk mencari perhatian atau mendapatkan pengakuan dari orang lain. Namun, karena adanya perubahan zaman dan perkembangan teknologi, maka banyak orang yang salah mengartikan flexing. Jadi, sebaiknya sebisa mungkin agar kamu menghindar dari tindakan flexing.[]