Opini  

“Selebriti” Dadakan di SD Negeri 1 Pasar Singkil

Catatan Menyambut Hardiknas 2 Mei 2025

Avatar photo
Penulis sedang melayani siswa yang minta tanda tangan (foto: Ist)

SEHARI setelah saya menorehkan tanda tangan di kertas coretan seorang murid SD Negeri 1 Pasar Singkil (katanya,  “untuk kenang-kenangan, Pak!”),  saya tertegun. Ternyata, bagi mereka, tanda tangan itu bukan sekadar goresan pena, melainkan simbol kehadiran seorang guru yang kini jadi pengawas sekolah yang di mata mereka dianggap istimewa.

Saat itu, saya merasa seperti selebriti yang baru saja memberi autograf untuk penggemar setia.  

Tapi, beda dengan selebriti beneran, “panggung” saya adalah ruang kelas yang sumpek, sudut perpustakaan yang sunyi, atau gerbang sekolah tempat saya menyambut murid dengan senyum. Tak ada lampu sorot atau tepuk tangan gegap gempita. Yang ada hanya tawa polos saat mereka paham sebuah rumus, atau sorak kecil ketika seorang murid berani bercerita tentang cita-citanya.  

Selebriti tanpa kamera

Selebriti sejati di dunia pendidikan, menurut saya, adalah guru yang mampu menyentuh hati murid-muridnya tanpa rekayasa. Ia selebriti tanpa kamera, tapi abadi dalam ingatan, tak perlu filter atau pencahayaan sempurna. Ketulusannya terpancar dari hal-hal sederhana seperti,

senyuman saat murid gagal, memberi tos-an penuh semangat di pagi hari, bisa juga memberi kata-kata ajaib: “Bagus, pintar, atau seratus untuk kamu!”

Murid-murid adalah penggemar paling tulus. Mereka tak pernah berpura-pura. Jika mereka mencintai gurunya, itu murni karena rasa hormat dan rasa terima kasih, bukan karena iming-iming seperti dunia orang dewasa.  

Beda dengan artis yang tenarnya bisa pudar oleh waktu. Ketenaran seorang guru justru abadi. Ia mungkin hanya dikenang oleh 30-an murid setiap tahunnya, tapi ingatan itu melekat seumur hidup. Ada yang ingat bagaimana gurunya dengan sabar mengajarinya membaca, ada yang terkenang saat guru memeluknya setelah ia menangis karena mendapatkan nilai jelek, atau yang tak pernah lupa sosok yang pertama kali mempercayainya bisa jadi lebih baik.  

Guru tak butuh standing ovation, pujian berlebihan, atau tepuk tangan. Mereka cukup diperhatikan, hargai usaha, beri kehidupan dan kesejahteraan yang layak. 

Bagi guru, keharuan di mata murid yang akhirnya bisa paham pelajaran sulit, atau kebanggaan murid yang menceritakan profil gurunya di depan orang tua sudah lebih dari cukup. Itulah penghargaan tertinggi dan selebriti yang sesungguhnya.

Penutup

Di dunia yang gemerlap dengan ketenaran instan, guru adalah selebriti tanpa riasan. Ia tak perlu trending di media sosial, karena pengaruhnya tertanam jauh di hati murid-murid.  

Seperti kata pepatah, guru adalah lilin yang menghabiskan diri untuk menerangi orang lain. Tapi bagi murid-murid SD Negeri 1 Pasar Singkil yang hari itu saya kunjungi, mungkin di mata mereka lebih dari itu. Guru bagaikan selebriti dadakan yang cahayanya tak pernah padam dalam ingatan.

Selamat Hari Pendidikan Nasional.

Penulis, adalah pengawas sekolah berdomisili di Aceh Singkil

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *