KabarAktual.id – Di tengah meningkatnya harga kedelai impor, kalangan akademisi Universitas Syiah Kuala (USK) mendorong pengembangan kacang koro sebagai alternatif sumber protein lokal yang potensial di Aceh.
Upaya itu ditandai dengan pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) bertema “Dukungan Kebijakan dan Pengembangan Strategi Keberlanjutan Kacang Koro Pedang” yang digelar Fakultas Pertanian USK melalui Departemen Teknologi Hasil Pertanian (THP) bekerja sama dengan Rumah Pangan Aceh, di Hotel Ayani, Banda Aceh, Senin (3/11/2025).
Ketua Panitia, Dr. Ir. Dewi Yunita, S.TP., M.Res., IPM., ASEAN Eng., mengatakan, kegiatan ini berawal dari kolaborasi Rencana Pembangunan Aceh (RPA) bersama Dinas Pertanian Aceh. Dari forum tersebut muncul gagasan untuk mengembangkan kacang koro sebagai komoditas lokal yang mampu mengurangi ketergantungan terhadap impor kedelai.
“Melalui FGD ini, kami ingin menggali ide dan kebijakan bersama agar kacang koro bisa dikenal luas, memiliki lebih banyak produk turunan, serta diminati petani,” ujarnya.
Baca juga: Rektor USK Resmikan Kansis dan Entrepreneur Lounge
Menurut Dewi, pengembangan kacang koro tidak hanya berfokus pada produksi, tetapi juga strategi dari hulu hingga hilir, termasuk pelibatan petani, industri, akademisi, dan pemerintah. “Mudah-mudahan kegiatan ini dapat menghasilkan rumusan kebijakan dan arah strategis yang bermanfaat bagi pengembangan pangan lokal di Aceh,” tambahnya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Pertanian USK, Prof. Ir. Sugianto, M.Sc., Ph.D., menilai kacang koro memiliki peluang besar untuk memperkuat kemandirian pangan daerah. Komoditas ini, katanya, berpotensi menjadi produk unggulan baru yang sehat, murah, dan ramah lingkungan.
“Kita perlu kebijakan yang tepat agar kacang koro bisa dikembangkan secara berkelanjutan. Ini tantangan bagi kita untuk menciptakan sumber pangan sehat dan murah, sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap bahan pangan impor,” kata Prof. Sugianto.
Baca juga: USK Perkenalkan Inovasi Pakan Ternak MaKaFeed di Sabang
Ia juga menekankan pentingnya menjaga dan melestarikan tanaman lokal Aceh yang mulai jarang dibudidayakan. “Banyak tanaman lokal kita yang mulai hilang. Karena itu, kita harus mendorong inovasi agar produk pangan lokal terus berkembang. Intinya, kita ingin memberdayakan dari hulu ke hilir,” tegasnya.
Sugianto mengapresiasi langkah Departemen Teknologi Hasil Pertanian yang konsisten berinovasi memperkenalkan produk-produk berbasis pangan lokal. “Upaya seperti ini sangat penting untuk mewujudkan ketahanan pangan yang berkelanjutan di Aceh,” ujarnya.
FGD ini diikuti perwakilan akademisi, lembaga pemerintah, dan organisasi nonpemerintah (NGO), di antaranya Dinas Pertanian Aceh, Dinas Pangan, Dinas Koperasi dan UKM, Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN), Narasa, serta sejumlah peneliti dan dosen Fakultas Pertanian USK.[]












