KabarAktual.id – Di tengah tudingan miring kalangan akademisi, Kaukus Peduli Integritas Pendidikan Aceh (KPIPA) justeru menilai positif pelaksanaanAsesmen Kompetensi Kepala Sekolah (AKKS) secara serentak dan terpusat oleh Disdik. Pola ini, diyakini, dapat menjaga integritas dan kualitas hasil seleksi.
Meski demikian, mereka meminta Disdik Aceh mengumumkan daftar nama calon kepala sekolah kepada publik. “Publikasi ini penting untuk membuka ruang bagi masyarakat memberikan masukan terkait reputasi, integritas, dan kinerja calon, sehingga hasil asesmen dapat dikombinasikan dengan input sosial yang relevan dan kredibel,” kata Ramadhan Al Faruq, Jubir KPIPA.
KPIPA menegaskan pentingnya membangun budaya meritokrasi dalam dunia pendidikan. Diingatkan, pemimpin di lingkungan sekolah harus lahir dari proses seleksi yang berbasis pada kompetensi dan integritas, bukan dari relasi kekuasaan.
Karena itu, KPIPA melihat pelaksanaan AKKS terpusat sebagai langkah progresif untuk membangun sistem seleksi yang lebih adil, profesional, dan berorientasi pada peningkatan kualitas pendidikan jangka panjang.
KPIPA juga mengajak semua pihak untuk berani buka suara dan melaporkan jika ternyata proses seleksi bakal calon kepsek itu ditemukan indikasi permainan tidak fair, baik kepada Ombudsman maupun ke pihak-pihak lain yang relevan.
KPIPA yang memposisikan diri sebagai mitra kritis Disdik berkomitmen untuk mendukung setiap upaya reformasi bidang pendidikan, khususnya terkait proses seleksi kepala sekolah yang memperkuat integritas, profesionalisme, dan kualitas kepemimpinan di lingkungan pendidikan Aceh. “Kami berharap AKKS terus disempurnakan ke depan agar dunia pendidikan Aceh tumbuh lebih bermartabat, bersih, dan berdaya saing,” ucapnya.
Kegiatan sia-sia
Melansir KabarAktual.id, seorang akademisi UIN Ar Raniry Dr Samsuardi MA menilai AKKS yang digelar terpusat di Banda Aceh dan Aceh Besar tanggal 27 April 2025 yang diikuti 1.105 kepala sekolah dan guru sebagai kegiatan sia-sia. “Seleksi ini tidak efektif, tidak efisien. Cabdin dan pengawas yang paling tahu kondisi sekolah justru tidak dilibatkan. Ini mencederai asas objektivitas,” tegasnya, Minggu (27/4/2025).
Ia juga menyorot pemborosan biaya dan waktu akibat kewajiban peserta harus hadir langsung ke lokasi ujian dengan biaya sendiri. “Ini sangat memberatkan, apalagi dilakukan secara seragam dan memperlakukan seolah-olah para guru dan kepsek seperti siswa, bukan pemimpin satuan pendidikan,” kecamnya.
Menurut Dr. Sam — sapaan akademisi ini — seleksi itu semestinya dilakukan secara berjenjang, dimulai dari rekomendasi Cabdin. “Kalau Cabdin diabaikan, untuk apa struktur ini ada?” tanya akademisi ini.
Ia juga mempertanyakan urgensi seleksi massal tersebut. “Apakah semua kepala sekolah dianggap tidak layak hingga harus diuji ulang bersama-sama?” seragahnya lagi.
Semua yang dilakukan Marthunis dibantu Kabidnya yang juga tidak punya kapasitas, sambungnya, memperlihatkan mereka sedang mengobok-obok pendidikan Aceh. Kinerja mereka tidak punya pola yang jelas.
Menurut dia, seleksi itu seharusnya diprioritaskan bagi kepala sekolah dengan status Pelaksana Tugas (Plt), bukan serentak untuk seluruh kepala sekolah aktif. “Yang harus diprioritaskan adalah para Plt, agar mereka segera memiliki legalitas memimpin di sekolahnya. Bukan malah menyeragamkan semua tanpa mempertimbangkan status dan kondisi masing-masing,” pungkasnya.
Seperti kritik akademisi, sejumlah kepala sekolah juga mengeluhkan kebijakan Kadisdik Marthunis yang dirasakan sangat merepotkan mereka. “Sebentar-bentar assesmen. Belum dua tahun sudah evaluasi lagi,” gerutu seorang kepsek.
Tidak hanya itu, para kepsek juga menuding pelaksanaan evaluasi seperti kegiatan ecek-ecek. “Masa soal yang dibuat levelnya seperti materi untuk anak SD,” sebut sebuah sumber di kalangan para kepsek.
Sayangnya, Kadisdik Aceh Marthunis tidak memberi tanggapan atas tudingan miring pelaksanaan assesmen. Dikonfirmasi pada 17 April 2025, pejabat yang biasanya sangat responsif menjawab wartawan sama sekali tidak merespon pertanyaan media ini.[]