Framing Ranking 1

Ilustrasi (foto: Pixabay)

ARTIKEL media ini terkait “perintah pasang iklan prestasi ranking 1 pendidikan Aceh” menjadi perhatian banyak pihak. Sebelum bias kemana-mana, kami sebagai salah satu institusi penjaga gawang kontrol sosial, perlu meluruskan. Agar tidak ada yang gagal paham.

Kenapa isu tentang mutu pendidikan — khusus jenjang SMA/SMK — Aceh kembali diangkat? Ini, karena, pendidikan merupakan kepentingan hajat hidup orang banyak. 

Instansi yang mengurus pendidikan, berkutat dengan tanggung jawab atau amanah menyiapkan pergantian estapet generasi. Karenanya, harus selalu dikontrol. Dia bukan dewa tanpa cela.
Ada tanggung jawab besar di tangannya. Membawa generasi masa depan agar memiliki bekal pengetahuan dan keterampilan. Pendidikan yang membekali akhlak mulia.

Karena itu, perjalanannya harus on the track. Pengelolaan pendidikan harus berada di atas rel idealisme. Bukan semata persoalan utak-atik angka, seperti, membuat desain grafis yang menggambarkan seakan-akan sudah berprestasi. Pendidikan jangan diakali.

Sebenarnya, apa yang terjadi?

Hasil SBMPTN tahun 2022 yang diumumkan oleh LTMPT menempatkan Aceh pada urutan 8 besar jumlah siswa terbanyak diterima pada PTN. Itu data resmi. Tidak perlu lagi diinterpretasi.
Lalu, apakah ini prestasi? Ya. Itu sebuah prestasi. Pantas untuk diberi apresiasi. Khusus untuk para pengajar dan sekolah pada umumnya, harus disampaikan penghargaan yang tinggi.

Masalahnya adalah ketika prestasi itu disikapi dengan euforia berlebihan. Misalnya, dengan mobilisasi pasang iklan massal ucapan selamat di berbagai media cetak/online oleh para kepala SKPA.

Apakah itu masalah? Juga tidak. Apa lagi kalau kita hanya melihatnya dari sudut bisnis, kepentingan fragmatisme media. Kami malah senang. Media tambah pemasukan.

Tapi, kalau itu berjalan normal tidak apa-apa. Jangan dibuat berlebihan. Jangan ada upaya penggalangan opini, seakan-akan telah terjadi lompatan prestasi yang wah, luar biasa.

Di sinilah, kami selaku institusi jurnalisme berperan. Kami penjaga gawang.
Media berdiri di atas kepentingan idealisme, membela kepentingan semua golongan, di atas rel kebenaran.

Media hanya membuka mata pembaca. Menyadarkan semua agar kita tidak terjebak pada upaya penggiringan opini.

Kita harus sadar. Belum ada yang signifikan dari hasil pendidikan Aceh hari ini. Tahun lalu, pun, Aceh berada pada posisi yang sama, ranking 8. Jadi, belum ada perubahan apa-apa. Kenapa harus merayakannya penuh hura-hura?

Bahwa kemudian ada yang menginterpretasikan data tersebut dengan menyebut, secara persentase Aceh menduduki ranking 1? Silakan saja. Tapi, itu tidak akan mengubah apa pun. Tidak bisa mengangkat prestasi anak-anak kita.

Karena, merujuk data yang dikeluarkan oleh lembaga yang sama, prestasi akademik sekolah-sekolah kita memang masih payah. Seperti dirilis LTMPT, dalam senarai 10 besar untuk bidang Saintek dan Soshum, lulusan sekolah kita belum bisa menengadahkan muka. Aceh belum masuk 10 besar.

Jadi, apa juga maksudnya presentase ranking 1?

Kami juga tidak paham semuanya. Makanya kami mencari referensi, bertanya kepada yang dianggap ahli.

Menurut seorang kepala sekolah, “persentase ranking 1” itu bagian dari strategi branding. Lebih tepatnya framing. Membentuk kesan seakan-akan kita sudah mencapai prestasi gemilang. “Som gasien peuleumah kaya,” istilah pak kepsek ini.

Sudahlah. Kita tidak punya banyak energi. Masih banyak yang perlu dibenahi.
Sebaiknya, perbaiki saja apa-apa yang bisa diperbaiki. Fokus pada upaya peningkatan mutu atau distribusi guru. Atau, pikirkan bagaimana cara melengkapi peralatan praktik siswa SMK yang — katanya — sudah sangat ketinggalan zaman.

Jangan lagi membuat framing, seakan-akan kita sudah berprestasi. Anak-anak Aceh butuh bekal pengetahuan dan keterampilan. Tidak cukup dengan siasat. Karena, mereka akan menghadapi tantangan nyata di tengah persaingan global.

Untuk bisa lulus di PTN luar daerah saja mereka masih sulit, bagaimana lagi merebut peluang kerja yang bagus ke depan? Apa bisa cuma dengan mengutak-atik angka atau membuat desain grafis rangking 1? Pendidikan jangan diframing![]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *