KabarAktual.id — Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan Fatwa Pajak Berkeadilan yang menegaskan larangan pemungutan pajak berulang pada bumi dan bangunan yang digunakan sebagai tempat tinggal. Fatwa tersebut diputuskan dalam Forum Munas MUI ke-XI yang berlangsung pada 20–23 November 2025.
Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof Asrorun Ni’am Sholeh, mengatakan fatwa ini dikeluarkan sebagai respons atas keluhan masyarakat terkait kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dinilai tidak adil. “Fatwa ini ditetapkan sebagai respon hukum Islam atas masalah sosial yang muncul akibat kenaikan PBB yang meresahkan masyarakat. Fatwa ini diharapkan menjadi solusi untuk perbaikan regulasi,” kata Ni’am dalam keterangan di Hotel Mercure Jakarta, Minggu (23/11/2025).
Ni’am menegaskan bahwa pemungutan pajak hanya dapat dikenakan pada harta yang bersifat potensial untuk diproduktifkan atau termasuk kategori kebutuhan sekunder dan tersier (hajiyat dan tahsiniyat). Ia menekankan bahwa rumah dan tanah yang dihuni tidak boleh dikenakan pajak berulang. “Pungutan pajak terhadap sesuatu yang menjadi kebutuhan pokok seperti sembako, dan rumah atau bumi yang dihuni, tidak mencerminkan keadilan serta tujuan pajak,” ujarnya.
Guru Besar Ilmu Fikih itu juga menjelaskan bahwa pajak secara syariat hanya dikenakan kepada warga negara yang mampu secara finansial. Kemampuan finansial tersebut disetarakan dengan nishab zakat mal sebesar 85 gram emas, yang menurutnya dapat dijadikan rujukan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Fatwa tersebut menegaskan kewajiban negara mengelola kekayaan secara adil, transparan, dan berorientasi pada kemaslahatan umum. MUI juga meminta pemerintah meninjau ulang beban pajak yang dinilai terlalu besar, termasuk pajak progresif.
Dalam ketentuan hukumnya, fatwa memuat sejumlah poin di antaranya:
Pajak penghasilan hanya diberikan kepada warga negara yang memiliki kemampuan finansial minimal setara nishab zakat.
Barang kebutuhan primer, termasuk sembako, tidak boleh dibebani pajak.
Bumi dan bangunan nonkomersial yang dihuni tidak boleh dikenai pajak berulang.
Zakat dapat dijadikan pengurang kewajiban pajak.
Pemungutan pajak yang tidak sesuai ketentuan syariat dinyatakan haram.
Fatwa tersebut juga memuat enam rekomendasi, antara lain:
Pemerintah dan DPR meninjau kembali ketentuan perpajakan yang dianggap tidak berkeadilan.
Kemendagri dan pemerintah daerah diminta mengevaluasi aturan PBB, PPN, PPh, PKB, hingga pajak waris.
Pemerintah diminta menindak mafia pajak serta mengelola pajak secara amanah.
Masyarakat dianjurkan menaati aturan pajak selama digunakan untuk kemaslahatan umum.
Selain Fatwa Pajak Berkeadilan, Munas MUI ke-XI juga menetapkan empat fatwa lainnya, yakni tentang rekening dormant, pengelolaan sampah di sungai dan laut, status saldo uang elektronik yang hilang atau rusak, serta fatwa mengenai manfaat produk asuransi kematian pada asuransi jiwa syariah.[]












