News  

Aceh Tawarkan Konsep Etika Digital Berbasis Kearifan Lokal kepada Menbud Fadli Zon

Menteri Kebudayaan RI, Dr. H. Fadli Zon, S.S., M.Sc., menyampaikan Dialog Budaya dan Kuliah Umum GAYAIN Aceh 2025 di gedung AAC Dayan Dawood, Darussalam, Banda Aceh, Senin 24 November 2025 (foto: Ist)

KabarAktual.id — Universitas Syiah Kuala (USK) menjadi tuan rumah Dialog Budaya dan Kuliah Umum GAYAIN Aceh 2025 bertema “Merawat Kebhinekaan dan Memperkuat Ekosistem Kebudayaan di Era Digital”, Minggu (23/11/2025).

Acara ini menghadirkan Menteri Kebudayaan RI, Dr. H. Fadli Zon, dan pimpinan universitas, akademisi, budayawan, serta mahasiswa.

Dalam kuliah umumnya, Menteri Fadli Zon menegaskan posisi Aceh sebagai salah satu pusat peradaban penting di Nusantara. Ia menilai Aceh memiliki jejak sejarah panjang sebagai ruang pertemuan berbagai kebudayaan, jauh sebelum masuknya Islam. “Aceh punya satu peradaban yang maju dibandingkan kerajaan atau kesultanan di daerah lain,” ujar Fadli.

Ia mengaitkan pandangan itu dengan koleksi numismatik pribadinya, termasuk koin-koin Samudra Pasai. “Koin Aceh itu cukup maju—dari emas, perak hingga timah—dan menunjukkan ekspresi budaya dari material. ”Fadli juga menuturkan kedekatannya dengan sejarah Aceh sejak pertama kali berkunjung pada 1993, serta pertemuannya dengan sejumlah aktivis dan ulama di Aceh. Ia menekankan Aceh sebagai wilayah akulturasi budaya yang terus memberi pengaruh bagi perkembangan kebudayaan Indonesia.

Menteri Kebudayaan menjelaskan bahwa kementeriannya baru terbentuk untuk pertama kalinya sejak Indonesia merdeka sebagai bentuk komitmen Presiden Prabowo membangun fondasi kebudayaan nasional.

Ia menyebut banyak tantangan ke depan, terutama dalam menjaga jati diri bangsa di tengah derasnya arus digitalisasi. “Konsekuensi era digital adalah globalisasi. Tantangannya bagaimana mempertahankan jati diri, tapi tetap relevan,” ujarnya.

Ia optimistis Indonesia memiliki modal budaya besar untuk membangun industri budaya dan ekonomi kreatif berbasis sejarah panjang Nusantara.

Pusat Budaya Digital Islami

Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kewirausahaan USK, Prof Dr Mustanir, M.Sc., menyampaikan komitmen kampus untuk bersinergi dengan Kementerian Kebudayaan. Menurutnya, peran Aceh sebagai simpul keberagaman semakin relevan dalam menjaga harmoni antara identitas lokal dan nasional. “Kekayaan tradisi Aceh harus bergerak progresif melalui inovasi dan teknologi agar tetap menjadi kekuatan,” kata Prof Mustanir.

Ia menawarkan sejumlah langkah strategis, termasuk pembangunan pusat riset dan konservasi digital yang mencakup digitalisasi manuskrip, museum virtual, hingga laboratorium bahasa daerah. USK juga mengusulkan program penyelamatan manuskrip Aceh berbasis komunitas di gampong dan dayah melalui restorasi dan digitalisasi.

Secara khusus, USK menawarkan penyusunan modul serta riset nasional mengenai etika digital Islami berbasis kearifan lokal Aceh. Inisiatif ini dinilai penting sebagai bagian dari tata kelola kebudayaan modern. “Dengan dukungan Kementerian Kebudayaan, USK siap menjadi pusat kajian dan inkubasi strategi budaya digital yang memadukan Islam, adat Aceh, dan teknologi,” ujarnya.

Ia berharap kunjungan Menteri Kebudayaan menjadi awal sinergi strategis untuk membangun Aceh sebagai pusat budaya digital Islami yang berpengaruh di tingkat nasional dan global.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *