KabarAktual.id – Ratusan mahasiswa bersama Koalisi Masyarakat Sipil menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPR RI, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Selasa (18/11/2025). Mereka menolak pengesahan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru.
Massa menegaskan, mereka akan membawa persoalan tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK) melalui uji formil maupun materiil.
Kelompok mahasiswa dari berbagai kampus mulai berdatangan sejak pukul 15.00 WIB. Mereka membawa spanduk bertuliskan penolakan KUHAP dan bergantian menyampaikan orasi yang menilai DPR telah meloloskan undang-undang yang “tidak mewakili kepentingan publik”.
Baca juga: RUU KUHAP Harus Mengakhiri Penyanderaan Tersangka
Salah satu orator berkata, perwakilan rakyat sama sekali tidak mewakili mereka. Karena itu, mereka menolak hasil pengesahan yang tidak mencerminkan aspirasi rakyat. “Dari tolak RKUHAP, sekarang tuntutannya jelas: cabut KUHAP,” ujarnya sambil menambahkan bahwa UU yang baru disahkan ini merugikan rakyat.
Aksi berlangsung tertib hingga massa membubarkan diri pada pukul 18.20 WIB. Meski demikian, para mahasiswa menegaskan perlawanan hukum akan berlanjut.
Ketua BEM Universitas Esa Unggul, David Sondakh, menyatakan pihaknya sudah menyiapkan kajian terhadap sejumlah pasal bermasalah dalam KUHAP yang baru disahkan. Kajian itu, menurutnya, akan menjadi dasar permohonan uji formil dan uji materiil ke MK.
Baca juga: Setelah Dua Kali Mangkir, KPK Akan Jemput Paksa Rektor USU Muryanto
Selanjutnya, kata dia, kajian ini akan dibawa untuk diuji di Mahkamah Konstitusi. “Itu langkah berikutnya dari teman-teman Esa Unggul,” kata David.
Dukungan aksi bersama juga datang dari BEM Universitas Padjadjaran (Unpad). Perwakilan BEM Unpad, Aryo, mengatakan mereka tengah berkonsolidasi untuk mengajukan permohonan uji formil KUHAP ke MK.
“Ini opsi yang sangat mungkin. Jika ada peluang untuk berkolaborasi dalam pengujian formil, tentu akan kami lakukan,” ujar Aryo.
Aksi ini menjadi lanjutan dari gelombang penolakan masyarakat sipil yang sebelumnya telah menyampaikan kritik terhadap pasal-pasal dalam KUHAP baru, mulai dari perluasan kewenangan penegak hukum, potensi penahanan sewenang-wenang, hingga lemahnya pengawasan yudisial.
Kritik tersebut menjadi dasar mahasiswa menyatakan DPR telah mengabaikan aspirasi publik dalam proses legislasi.[]












