News  

Lima Syarat Pemimpin Ideal Menurut Islam

Prof. Agus Sabti (foto: Ist)

Pengantar: Artikel ini disarikan dari naskah khutbah Jumat yang disiapkan Prof Agus Sabti, Wakil Rektor Universitas Syiah Kuala, untuk disampaikan pada tanggal 24 Oktober 2025 di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh)

KHUTBAH Jumat ini mengusung tema “Syarat-syarat Seorang Pemimpin dalam Islam” yang menekankan pentingnya tanggung jawab moral dan spiritual dalam memimpin.

Dalam ajaran Islam, setiap orang pada hakikatnya adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim:

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.”

Khatib menjelaskan, seorang kepala keluarga adalah pemimpin bagi keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawaban apakah ia telah mengajak istri dan anak-anaknya beriman, bertakwa, melaksanakan salat, membaca Al-Qur’an, serta menjauhi larangan Allah.

Ibadah yang rajin tidak cukup menjamin keselamatan, bila keluarga lalai terhadap perintah Allah. Hal serupa juga berlaku bagi pemimpin pemerintahan, mulai dari presiden hingga kepala unit terkecil.

Setiap kebijakan akan dimintai pertanggungjawaban, baik di dunia maupun di akhirat. Pemimpin yang mengabaikan rakyat atau berbuat zalim diancam dengan azab yang pedih dari Allah SWT.

Baca juga: Mendambakan Pemimpin Amanah

Khatib menyoroti fenomena banyaknya orang yang berambisi menjadi pemimpin tanpa mengukur diri. Sebagian mengejar jabatan demi kemuliaan, fasilitas, atau kekayaan, namun melupakan beratnya amanah yang harus ditanggung. “Sudah tidak takutkah pemimpin terhadap azab Allah?” demikian khatib dalam materi khutbahnya.

Menurutnya, pemimpin adalah penentu tegak atau runtuhnya agama Allah di muka bumi. Pemimpin yang bertakwa akan memimpin dengan adil, sedangkan pemimpin yang lalai dari Tuhannya akan bertindak zalim dan kejam. Rasulullah SAW digambarkan sebagai contoh pemimpin ideal yang memiliki sifat siddiq (jujur), amanah (terpercaya), tabligh (menyampaikan kebenaran), dan fathanah (cerdas).

Baca juga: Ungkapan Krisis Kepemimpinan dalam Bahasa Aceh

Khatib kemudian memaparkan lima syarat utama bagi seorang pemimpin dalam Islam, yaitu kejujuran, amanah, tanggung jawab, kecerdasan, dan kasih sayang terhadap rakyatnya.

1. Pemimpin yang Jujur

Khatib menegaskan, kejujuran adalah pondasi utama kepemimpinan. Pemimpin yang jujur akan membangun kepercayaan rakyat karena ucapan dan tindakannya selaras. Allah berfirman dalam Surah Ash-Shaff ayat 2–3:> “Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan. “Pemimpin yang hanya pandai berbicara tanpa memberi teladan akan kehilangan wibawa.

Di rumah tangga, misalnya, seorang ayah yang menyuruh anaknya salat dan membaca Al-Qur’an tetapi tidak melakukannya sendiri, telah memberi contoh buruk. Begitu pula dalam pemerintahan, banyaknya kasus korupsi membuat rakyat kehilangan kepercayaan terhadap pemimpinnya.

Rasulullah SAW dikenal sebagai “Al-Amin”, sosok yang konsisten antara perkataan dan perbuatan. Kejujuran itulah yang membuat beliau mampu mengubah peradaban.

Khatib mengingatkan, pemimpin yang jujur akan mendapat pertolongan Allah dan surga, sedangkan yang menipu rakyat akan mendapat azab neraka. Firman Allah dalam Surah An-Nisa ayat 58 menegaskan agar setiap amanah disampaikan kepada yang berhak dan keadilan dijunjung tinggi.

2. Pemimpin yang Amanah

Syarat kedua adalah amanah atau dapat dipercaya. Pemimpin yang amanah menjaga kepercayaan, bertanggung jawab, dan mendahulukan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi. “Kata amanah mudah diucapkan, tetapi sulit dijalankan,” demikian dikutip dari naskah khutbah.

Godaan materi dan kekuasaan sering kali menggoyahkan keimanan seseorang.

Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang hamba yang diserahi Allah untuk memimpin rakyat, lalu ia meninggal dunia dalam keadaan curang terhadap rakyatnya, kecuali Allah mengharamkannya masuk surga.” (HR. Bukhari).Teladan terbaik tentang amanah ditunjukkan oleh Rasulullah SAW yang tetap hidup sederhana meskipun memiliki akses terhadap harta rampasan perang. Kesederhanaan beliau menjadi contoh bagi para khalifah pertama Islam. Namun, ketika sifat amanah mulai hilang di kalangan pemimpin, peradaban Islam mengalami kemunduran.

Khatib menyatakan dalam materi khutbahnya, tantangan terbesar bagi pemimpin masa kini adalah “tahan terhadap godaan materi.” Pemimpin yang amanah akan menjadi teladan bagi masyarakatnya dan menjadi pilar keadilan sosial.

3. Pemimpin yang Bertanggung Jawab

Sifat ketiga yang wajib dimiliki seorang pemimpin adalah tanggung jawab. Pemimpin yang bertanggung jawab berani menanggung konsekuensi atas keputusan dan tindakannya. Ia tidak mencari kambing hitam atas kegagalan, melainkan belajar dari kesalahan untuk memperbaiki diri.

Rasulullah SAW bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Khatib menekankan, pemimpin sejati tidak berlindung di balik anak buahnya ketika gagal, tetapi berdiri di depan untuk melindungi mereka. Sikap ini menjadi ukuran keikhlasan dalam pengabdian.

4. Pemimpin yang Cerdas dan Ahli

Syarat keempat adalah memiliki keahlian dan kecerdasan. Menurut khatib, ada dua bentuk kecerdasan penting: pertama, personal capacity, yaitu kemampuan teknis dan profesional dalam bidang yang dipimpin; dan kedua, collective capacity, yaitu kemampuan menggerakkan tim menuju visi bersama.

Rasulullah SAW memperingatkan agar amanah tidak diberikan kepada orang yang bukan ahlinya. Dalam hadis riwayat Bukhari disebutkan: “Apabila sifat amanah telah hilang, maka tunggulah datangnya kiamat.”

Para sahabat bertanya, “Bagaimana hilangnya amanah itu?” Nabi menjawab, “Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah terjadinya kiamat. ”Khatib menegaskan, kecerdasan dan keahlian penting agar pemimpin mampu mengambil keputusan tepat, membangun visi jangka panjang, dan membawa kemaslahatan bagi umat.

5. Pemimpin yang Mencintai dan Dicintai Rakyat

Syarat kelima adalah cinta terhadap rakyat. Pemimpin yang mencintai rakyatnya akan memimpin dengan kasih, melayani dengan tulus, dan mendoakan kebaikan bagi mereka. Sebaliknya, rakyat yang mencintai pemimpinnya akan mendukung dan mendoakan kebaikan baginya.

Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik pemimpin kalian adalah yang kalian cintai dan mencintai kalian; kalian mendoakan mereka, dan mereka pun mendoakan kalian. Seburuk-buruk pemimpin kalian adalah yang kalian benci dan membenci kalian.” (HR. Muslim).

Khatib mengingatkan, banyak pemimpin berubah menjadi sombong setelah dilantik. Padahal, Allah berfirman dalam Surah Luqman ayat 18: “Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong), dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri. ”Kesombongan, kata khatib, adalah sumber kehancuran pemimpin.

Karena itu, ia mengajak umat untuk meneladani sifat rendah hati sebagaimana disebut dalam Surah Al-Furqan ayat 63: “Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih adalah orang-orang yang berjalan di muka bumi dengan rendah hati, dan apabila orang bodoh menyapa mereka dengan kata-kata yang menghina, mereka mengucapkan salam.

Dicintai rakyat dan dirahmati Allah

Di akhir khutbah, khatib menegaskan bahwa kemuliaan seorang pemimpin tidak terletak pada jabatan, melainkan pada apa yang dilakukannya dengan jabatan itu. Ia mengajak jamaah untuk berdoa agar Allah SWT menganugerahkan kepada umat ini pemimpin yang jujur, amanah, bertanggung jawab, cerdas, dan mencintai rakyatnya.

“Semoga kita terhindar dari pemimpin yang zalim, bengis, dan tidak mencintai rakyatnya,” begitu pesan khatib. Aamiin ya Rabbal ‘Alamiin.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *