Opini  

Awas, Stafsus Gerogoti APBA!

Avatar photo
Ilustrasi stafsus (foto: Kompas.com)

SALAH satu indikator pemerintahan yang lemah adalah banyaknya ketergantungan pada staf khusus (stafsus). Kelompok oportunis yang hanya akan menjadi benalu itu sebenarnya tidak perlu ada, karena sistem pemerintahan sudah menyediakan semuanya. Ada dinas, badan, atau lembaga.

Tidak hanya pemborosan anggaran, stafsus juga berpotensi menimbulkan overlapping atau tumpang-tindih tugas. Ujung-ujung pasti terjadi inefisiensi, karena terus-menerus melakukan program uji coba.

Jangan lupa, rata-rata stafsus adalah sosok yang over confident padahal tidak punya pengalaman birokrasi sama sekali.

Yang lalu-lalu, stafsus hanya mengandalkan “power maop”. Senjata itu digunakan untuk menghadirkan aura ketakutan terhadap kepala SKPA, sehingga para pejabat hanya bisa manut-manut. Tidak aneh kenapa bisa demikian. Karena mereka juga takut kehilangan jabatan.

Makanya, bisa dimengerti, kalau kemudian program-program yang dibuat bersama para stafsus banyak yang tidak tepat sasaran. Karena mereka memang tidak mengerti filosopi sebuah pekerjaan. Modalnya hanya nekat.

Pemerintah Aceh di bawah kepemimpinan Gubernur Muzakir Manaf (Mualem) dan Fadhlullah (Dek Fadh) kabarnya juga akan mengulang pekerjaan sia-sia yang pernah dilakukan para pendahulu mereka. Berhembus kabar, Pemerintah Aceh telah menerbitkan sejumlah SK pengangkatan stafsus.

Setelah di sekeliling Mualem-Dek Fadh, para stafsus yang berasal dari kalangan partai politik, kemungkinan, juga akan mendampingi para kepala SKPA. Jika ini hanya kerja bagi-bagi jabatan, sebaiknya Mualem segera menghentikannya. Karena, sudah pasti akan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) di tengah kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan oleh Pemerintah Indonesia.

Seperti diberitakan media, defisit APBN pada triwulan pertama 2025 sudah mencapai Rp 31,2 triliun.

Saat ini, negara juga sedang berhadapan dengan masalah besar di tengah gempuran asing dan aseng, serta berbagai bentuk penjajahan baru untuk menguasai sumber daya alam (resouces) dan sumber daya ekonomi, untuk kepentingan politik, ekonomi, oligarki, kelompok serta partai politik. Bukan untuk kepentingan rakyat.

Maka, pasca pesta demokrasi perilaku politik elite kembali untuk kepentingan pribadi, partai dan kelompoknya. Rakyat harus tahu diri, termasuk rakyat Aceh yang selama ini diming-iming janji kampanye politik konyol.

APBA 2025 nasibnya sama saja. Sebagian besar akan terserap untuk belanja barang dan jasa birokrasi, pemerintahan, Lembaga, badan dan SKPA/Dinas, menghabiskan sekitar 70-80 persen anggaran belanja.

Bagi-bagi APBA dengan modus stafsus tidak hanya terdengar kontradiktif di tengah kebijakan efisiensi dan lonjakan defisit, tapi juga ibarat keledai jatuh di lubang yang sama. Coba bayangkan, miliaran rupiah APBA hanya terkuras sia-sia untuk membayar stafsus yang tidak jelas output kinerjanya.

Meskipun ada alasan demi percepatan kerja gubernur, itu semua omong kosong. Bulsit. Karena, dapat dipastikan kehadiran mereka akan mengganggu kinerja, membebani, anggaran APBA.

Kemudian, belum lagi ada tim lainnya yang banyak dipastikan bakal dibentuk, karena ingin menyenangkan berbagai jabatan dan kepentingan politik, sehingga semua kebijakan dan keputusan kepentingan politik gubernur tidak lagi untuk rakyat.

Realitasnya, rakyat Aceh sedang susah. Tak ada kepastian akan masa depan.

Karenanya, gubernur bersama para kolega yang telah diangkat menjadi stafsus tidak pantas tertawa bahagia di atas penderitaan rakyat yang hari-hari ini jadi korban aneka kebijakan jahat pemerintah, seperti BBM oplosan, kecurangan takaran minyak makan, dan penegakan hukum yang tumpul ke atas.

SK stafsus hanya akan menjadi senjata untuk menguras APBA. Sudah selayaknya dihentikan. Itu pun kalau Anda benar-benar tidak ingin melihat rakyat semakin menderita. Kecuali jika semua hanya drama.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *