News  

Dian Rubianty, Kepala Ombudsman Aceh yang Sering Dikira Orang Luar

Dian Rubianty (foto: repro)

MESKI sudah hadir di Aceh lumayan lama, mungkin masih banyak yang belum familiar dengan Ombudsman. Padahal, lembaga ini punya arti penting bagi masyarakat karena ia bersinggungan langsung dengan persoalan pelayanan publik.

Tidak hanya urusan yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan, Ombudsman juga mengawasi pelayanan publik yang dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara serta Badan Swasta atau perorangan yang ditunjuk untuk menyelenggarakan pelayanan publik.

Nah, untuk mengenal lebih dekat lembaga Ombudsman, dua wartawati KabarAktual.id beranjangsana menemui pimpinan lembaga itu, Dian Rubianty. Pertemuan yang sempat tertunda beberapa kali akhirnya terwujud pada Selasa 8 Maret 2023.

Ada cerita menarik. Banyak yang menduga kalau wanita ini pendatang. Dikira bukan orang Aceh.

Makanya, diakui Dian, sering ketika bertugas ke daerah dia disapa seperti layaknya tamu luar. “Selamat datang di Aceh, bu!” begitu ungkapnya kepada Hasni Hanum dan Uswatul Farida dari KabarAktual.id.

Padahal tidak benar. Meskipun terlahir di Jakarta, wanita berparas cantik ini tulen Aceh.  

Dian menamatkan sekolah menengah atas pada SMAN 3 Banda Aceh tahun 1992. Pada 1997, ia menyelesaikan S1 di Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala (USK). Sedangkan S2 dengan konsentrasi Adminisntrasi Publik diselesaikan wanita ini tahun 2009 di University of Arkansas at Fayetteville, Amerika Serikat.

Dian Rubianty menjabat Kepala Ombudsman perwakilan Aceh sejak Juli 2022. Jika tidak ada aral melintang, ia akan memimpin hingga 2027 mendatang.

Sebelum menjabat kepala Ombudsman Aceh, Dian sudah melewati karier cemerlang di banyak tempat. Dia memulainya di dunia pendidikan. “Awalnya, saya sangat tertarik dengan isu pendidikan. Saya merasa melalui pendidikan itu adalah salah satu langkah saya untuk memperbaiki taraf hidup dan masa depan,” ujarnya.

Karier itu dijalani seusai ia menamatkan Strata-1 Jurusan Ekonomi Akuntansi USK tahun 1997. Waktu itu, bekerja sebagai tenaga pendidik di sebuah lembaga bantuan belajar. Tidak lama setelah itu, ia menjadi manager keuangan hingga akhirnya terpilih sebagai pimpinan lembaga tersebut.

Perjalanan hidup wanita ini berputar drastis ketika ia pindah ke Amerika untuk mendampingi suami yang melanjutkan pendidikan. Dari situ, perubahan dimulai.

Ceritanya dimulai ketika bencana tsunami melanda Aceh. Dia dan suami yang waktu itu  ingin kembali pulang ke Tanah Rencong untuk mencari keluarga yang jadi korban. Ternyata, perjalanan itu kemudian membuka cerita baru.

Saat hendak pulang, Dian dan suami dititipkan banyak bantuan dari mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang berada di Amerika untuk diberikan kepada rakyat Aceh. Agar lebih terorganisir, bantuan tersebut kemudian dimenej secara lebih rapi.

Pada tahun 2005, Dian bersama teman-teman membangun yayasan bernama Aceh Relief Fund (ARF). Dia ditunjuk sebagai direktur keuangan.

Dua tahun kemudian, Dian mendapatkan beasiswa Fulbright untuk melanjutkan pendidikan ke University of Arkansas at Fayetteville. Di kampus tersebut, Dian tidak tinggal diam.

Melalui International Culture Team, salah satu unit kegiatan mahasiswa yang ia ikuti, Dian yang awalnya hanya sebagai anggota kemudian ditunjuk sebagai ketua hingga mendapatkan penghargaan sebagai Outstanding Member dan Excellent Leadership.

Setelah menyelesaikan pendidikan tahun 2009, sebagai alumni Fulbright bersama teman-temannya yang lain, ia mendirikan Yayasan Aceh Fulbright Association (AFA).

Pada tahun 2017, dia bergabung dengan Bappeda Aceh. Bersama sebuah tim, dia dipercaya menyusun Indeks Pembangunan Syariah Provinsi Aceh. Dalam waktu hampir bersamaan, selama kurun 2016-2021, ia juga bekerja sebagai dosen tetap non-PNS pada Fisip UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Kemudian, pada tahun 2017 hingga 2019 ia ditunjuk sebagai Kepala Laboratorium di perguruan tinggi yang sama. Selain itu, ia juga menjadi peneliti di International Center for Aceh and Indian Ocean Studies (ICAIOS).

Terakhir pada tahun 2021 lalu, ia menjabat sebagai Pendamping Pembangunan Zona Integritas di Dinas Penanaman Modal dan Pelayan Terpadu Satu Pintu Aceh, sebelum akhirnya ditunjuk sebagai kepala Ombudsman perwakilan Aceh.

Dian mengaku, aktif di berbagai lembaga dan kepengurusan, membuat ia merasa perlu untuk lebih memperhatikan pelayanan publik. “Karena saya cukup sering berkecimpung dalam kepengurusan lembaga dan aktif dalam organisasi, mungkin itu yang membuat saya berfikir bahwa sebegitu pentingnya pelayanan terhadap publik,” jelasnya.

Menariknya, selain aktif di berbagai lembaga, Dian juga terus melahirkan karya tulis dan mendapatkan banyak penghargaan. Banyak penelitian wanita ini yang sudah dimuat di jurnal hingga diterbitkan dalam bentuk buku.

Beberapa penelitiannya sudah menjadi acuan berbagai lembaga di Aceh. Ia juga kerap mengisi kolom opini media terkenal, seperti Kumparan dan Harian Serambi Indonesia.

Di antara karya-karya tersebut ialah Keluarga dan Relasi Kuasa dalam Masyarakat Aceh (Sebuah Tinjauan ulang dengan Pendekatan Interdisipliner) yang diterbitkan oleh ICAIOS Publishing pada 2020 lalu.

Di tahun yang sama, Dian juga menulis tentang “Pernikahan Darurat, Darurat Pernikahan dan Paradoks UUPA” dalam buku Keluarga dan Relasi Kuasa di Aceh (Catatan Refleksi Akhir Tahun 2020). Buku ini juga diterbitkan atas kerjasama ICAIOS dan Forum Bangun Aceh.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *