KabarAktual.id – Sengketa informasi terkait salinan ijazah mantan Presiden Joko Widodo kembali memicu kecurigaan publik setelah pengamat kebijakan publik Bonatua Silalahi mempersoalkan sembilan data yang disembunyikan KPU RI. Tindakan KPU menutup bagian-bagian yang seharusnya tidak termasuk kategori rahasia, dinilai, berpotensi menghambat transparansi dokumen pejabat publik.
Dalam sidang sengketa informasi di Komisi Informasi Pusat (KIP), Senin (24/11/2025), kuasa hukum Bonatua mengungkap sembilan item yang dikaburkan KPU dalam salinan ijazah kelulusan Jokowi dari Universitas Gadjah Mada (UGM).
Data yang disembunyikan itu meliputi nomor ijazah, nomor induk mahasiswa, tanggal lahir, tempat lahir, tanda tangan pejabat legalisir, tanggal legalisir, serta tanda tangan rektor dan dekan Fakultas Kehutanan UGM. “Ini bukan informasi yang harus dikecualikan menurut undang-undang,” kata kuasa hukum Bonatua dalam persidangan, dikutip dari tayangan Kompas TV.
Baca juga: Mencurigakan, KPU Sembunyikan Nomor Ijazah Jokowi
Bonatua menyebut data tersebut ia perlukan untuk kepentingan penelitian publik mengenai keaslian ijazah pejabat negara. Ia menegaskan bahwa risetnya bersifat personal namun telah dipublikasikan dan relevan dengan kepentingan publik. “Penelitian saya berangkat dari masalah publik, yaitu persoalan ijazah yang misterius,” ujarnya.
Kecurigaan publik menguat seiring pengakuan Bonatua bahwa sembilan informasi yang dihitamkan KPU justru merupakan elemen dasar dalam sebuah ijazah yang lazimnya tidak dirahasiakan.
Ketua Majelis Sidang KIP kemudian meminta klarifikasi kepada perwakilan KPU RI mengenai dasar hukum penyembunyian tersebut. Pihak KPU beralasan lembaganya harus menjaga data pribadi sesuai ketentuan administrasi kependudukan. “Menurut kami, tanda tangan dan nomor-nomor tadi merupakan data pribadi sehingga kami hitamkan,” ujar perwakilan KPU.
Majelis menilai penjelasan itu belum memadai dan mempertanyakan apakah penyembunyian tersebut justru menjadikan ijazah Jokowi sebagai dokumen yang dikenai pengecualian informasi. KPU kembali berdalih bahwa bagian yang ditutupi hanya yang dianggap “data pribadi”.
Ketua Majelis Sidang KIP akhirnya memerintahkan KPU melakukan uji konsekuensi untuk menentukan apakah sembilan informasi tersebut memang patut dikecualikan. KPU diberi waktu satu minggu untuk menyerahkan hasil uji tersebut beserta bukti pendukung, termasuk salinan dokumen asli sebelum item-item tersebut dihitamkan.
Sengketa ini bermula dari permohonan informasi Bonatua pada 3 Agustus 2025. Ia meminta tiga dokumen:
1. salinan ijazah Jokowi untuk pencalonan Pilpres 2014–2019,
2. salinan ijazah untuk Pilpres 2019–2024, dan
3. berita acara penerimaan dokumen pencalonan.
Namun pada 2 Oktober 2025, KPU hanya menyerahkan sebagian dokumen, yakni salinan ijazah yang digunakan untuk Pilpres 2019 serta berkas penelitian syarat pencalonan. Ketidaklengkapan tersebut membuat Bonatua mengajukan sengketa ke KIP pada 15 Oktober 2025.
Perdebatan mengenai sembilan informasi yang ditutup KPU kini menjadi sorotan utama publik. Banyak pihak mempertanyakan mengapa elemen dasar sebuah ijazah—yang umumnya bersifat terbuka—justru menjadi bagian yang disembunyikan.[]












