KabarAktual.id – Sejumlah perwira tinggi dan menengah Polri tercatat masih menduduki jabatan sipil ketika Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan larangan rangkap jabatan. Nama-nama itu sebelumnya dicantumkan pemohon dalam berkas uji materi yang kemudian dikabulkan MK.
Nama-nama mereka adalah sebagai berikut:
Komjen Pol Setyo Budiyanto sebagai Ketua KPK
Komjen Pol Rudy Heriyanto Adi Nugroho sebagai Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan
Komjen Pol Nico Afinta sebagai Sekjen Kementerian Hukum
Komjen Pol Albertus Rachmad Wibowo sebagai Wakil Kepala BSSN
Baca juga: Putusan MK, 4.351 Polisi Harus Tinggalkan Jabatan di Instansi Sipil
Komjen Pol Eddy Hartono sebagai Kepala BNPT
Komjen Pol Suyudi Ario Seto sebagai Kepala BNN, dan
Irjen Pol Mohammad Iqbal selaku Irjen DPD RI.
Selain itu, masih ada lagi.
Brijen Sony Sanjaya menjabat Wakil Kepala Badan Gizi Nasional
Baca juga: Empat Polisi Salah Tangkap Ketua NasDem Sumut Diperiksa Propam
Brigjen Yuldi Yusman sebagai Plt Dirjen Imigrasi di Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan
Kombes Jamaludin di Kementerian Haji dan Umrah
Brigjen Rahmadi sebagai Staf Ahli di Kementerian Kehutanan
Brigjen Edi Mardianto sebagai Staf Ahli Mendagri
Irjen Prabowo Argo Yuwono sebagai Irjen di Kementerian UMKM, serta
Komjen I Ketut Suardana sebagai Irjen Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
MK dalam putusannya menegaskan bahwa anggota Polri dilarang menduduki jabatan sipil sebelum mengundurkan diri atau pensiun. Dengan demikian, penempatan polisi aktif pada jabatan non-kepolisian tidak lagi dapat dilakukan berdasarkan izin Kapolri.
Putusan itu dibacakan dalam perkara nomor 114/PUU-XXIII/2025 terkait uji materi Pasal 28 ayat (3) beserta penjelasannya dalam UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri. “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang di Jakarta, Kamis (14/11/2025).
Pemohon, Syamsul Jahidin, beralasan rangkap jabatan polisi aktif di berbagai lembaga negara telah menyalahi prinsip netralitas aparatur, mereduksi kualitas demokrasi dan meritokrasi, serta merugikan hak konstitusional warga sipil dalam pengisian jabatan publik.
Ia menyebut norma yang diuji justru menciptakan praktik dwifungsi Polri karena memungkinkan anggota kepolisian menjalankan fungsi keamanan sekaligus fungsi-fungsi pemerintahan dan birokrasi.
MK mengabulkan seluruh permohonan tersebut dan menyatakan norma yang memperbolehkan penempatan polisi aktif di jabatan sipil tidak lagi berlaku. Putusan ini menegaskan penataan kembali posisi Polri agar kembali pada fungsi dasarnya sebagai aparat keamanan negara.[]












