SETELAH setahun absen, duo alternatif rock Normatif kembali dengan album penuh kedua bertajuk “Normatif II: Kejar Dunia 9–5”. Album ini dijadwalkan rilis 30 Oktober 2025, berisi 10 lagu yang terasa seperti jurnal perjalanan dua anak muda yang sedang tumbuh, tersandung, lalu perlahan sadar bahwa hidup tak sesederhana mimpi masa kuliah.
Normatif, yang digawangi dua bersaudara Adri (gitar) dan Ical (vokal), memotret dua fase kehidupan yang nyambung tapi sering kali bikin kepala berdenyut: masa mahasiswa semester akhir dan tahun-tahun pertama jadi pekerja kantoran.
Kalau EP mereka sebelumnya, “Kejar Dunia” (2024), menggambarkan kegelisahan mahasiswa yang mulai merelakan mimpi demi stabilitas, maka “Normatif II: Kejar Dunia 9–5” adalah bab lanjutannya — saat si fresh graduate mulai sadar bahwa kenyamanan punya harga: waktu, tenaga, dan jiwa yang terkikis pelan-pelan di meja kantor.
“Lagu-lagu di album ini kayak cermin kecil dari perjalanan kami sendiri. Dulu nulisnya masih sambil nyusun skripsi, sekarang nulisnya di sela jam istirahat kantor,” kata Ical sambil tertawa kecil.
Proses kreatif album ini berlangsung selama dua tahun. Setengah dikerjakan di masa kuliah, setengah lagi ketika keduanya resmi jadi karyawan penuh waktu.
Lima lagu lama dari EP (Menyembah Dunia, Ijazah di Lemari Berdebu, Alarm Berbunyi, Kelas Pekerja, dan Di Antara Reruntuh) mewakili fase idealisme yang perlahan pudar.
Lima lagu baru (Formatif, Balap Tikus, 9 Pagi, 3 Tahun Lalu, dan 5 Sore) jadi semacam memo kehidupan pasca kampus — penuh sesak, rutinitas, dan sedikit getir.
Lagu “Balap Tikus” dipilih jadi focus track album ini. Dengan riff gitar yang gelisah dan lirik satir, lagu ini menyoroti budaya kerja modern yang mendorong orang untuk terus berlari: kejar validasi, promosi, dan bonus tanpa henti — hingga lupa arah dan lupa diri.
Terinspirasi dari istilah “rat race”, Normatif meminjam metafora klasik abad ke-20 tentang tikus yang terus berlari di roda tanpa tujuan. “Kami cuma ingin bilang bahwa nggak semua yang dikejar itu layak dikejar,” ujar Adri.
Lebih dari sekadar kritik sosial, “Normatif II: Kejar Dunia 9–5” terasa personal — semacam surat terbuka untuk generasi pekerja muda yang tumbuh di tengah tekanan hidup urban: cicilan, lembur, burnout, dan kehilangan makna.
Sebagai bagian dari kampanye album, Normatif bakal merilis versi fisik dalam bentuk CD dan merchandise eksklusif (kaos edisi terbatas) pada akhir 2025. Mereka juga menyiapkan showcase dan tur album awal 2026, menjangkau sejumlah kota besar di Indonesia.
Di tengah ritme hidup yang kian cepat dan ambisi yang tak pernah puas, album ini terasa seperti jeda yang jujur. Normatif II: Kejar Dunia 9–5 bukan sekadar kumpulan lagu, tapi pengakuan terbuka dari generasi yang tumbuh di antara deadline dan mimpi yang tertunda. Dalam setiap distorsi gitar dan napas berat di balik mikrofon, terselip rasa lelah yang begitu akrab—rasa yang kita semua kenal, tapi jarang sempat kita bicarakan.
Normatif tidak hanya bernyanyi, mereka juga menggugat. Di balik lirik-liriknya, ada perlawanan kecil terhadap budaya kerja yang membuat manusia jadi sekadar angka produktivitas. Mereka mengingatkan bahwa “berhasil” tidak selalu berarti “bahagia”, dan bahwa kehilangan arah juga bagian dari proses menemukan diri.
Namun, di sela nada-nada muram itu, masih ada cahaya. Album ini mengajarkan bahwa setiap kelelahan adalah tanda bahwa kita masih berjuang—masih ingin hidup sepenuhnya, meski di tengah roda yang terus berputar. Karena pada akhirnya, mungkin hidup 9–5 tak bisa dihindari, tapi kita selalu bisa memilih cara kita berlari, atau bahkan berhenti sejenak dan bernyanyi.[]
Kiriman: Alfan












