KabarAktual.id – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mulai membongkar praktik bobrok di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selama ini dikeluhkan masyarakat dan pelaku usaha. Ia membuka kanal pengaduan langsung bernama “Lapor Pak Purbaya” melalui WhatsApp 0822-4040-6600 untuk menampung laporan dugaan penyimpangan pegawai di bawah Kemenkeu.
Langkah ini sontak memantik keberanian publik untuk bersuara setelah bertahun-tahun mengeluhkan perilaku aparat Bea Cukai yang kerap dianggap sewenang-wenang, lamban, dan bernuansa pungutan liar.
Dalam rapat internal Kementerian Keuangan di Jakarta Pusat, Jumat (17/10/2025), Purbaya membacakan salah satu laporan dari pengusaha yang mengaku dipersulit oleh oknum Bea Cukai hingga kegiatan bisnisnya tersendat.
“Saya pengusaha yang menjalankan importasi barang 1–2 tahun belakangan. Bea Cukai sangat meresahkan; baik pemeriksa fisik maupun pemeriksa dokumen,” demikian keluhan yang dibacakan Purbaya.
Denda tak masuk akal
Dalam laporannya, pengusaha itu menilai proses pemeriksaan barang oleh Bea Cukai tidak wajar karena berlangsung hingga 34 hari. Ia juga mengaku terus didenda dengan alasan yang tidak masuk akal, termasuk tudingan melakukan under invoicing (menurunkan nilai barang di faktur).
“Padahal saya sudah melengkapi seluruh dokumen dan bukti negosiasi harga. Tapi tetap didenda. Ini terjadi hampir di semua kegiatan impor saya,” tulis pengusaha tersebut.
Ia bahkan enggan mengajukan banding karena khawatir barang impor tidak akan dikeluarkan dari pelabuhan.
Mendengar laporan itu, Purbaya menilai perilaku aparat Bea Cukai sudah keterlaluan dan jauh dari semangat pelayanan publik.
“Ini namanya diktator. Coba jelaskan, ini murid-murid kamu semua kenapa bisa begini?” ujarnya kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, Heru Pambudi, yang sebelumnya menjabat Dirjen Bea Cukai.
Baca juga: Membuka “Jalan” Baru; Transformasi Pembangunan Aceh Menuju Kemandirian
Heru mengakui lamanya proses pemeriksaan tidak sesuai prosedur. “SOP-nya sudah lewat. Pemeriksaannya mestinya tidak selama itu,” kata Heru di hadapan Purbaya.
Budaya Rusak yang Mengakar
Bea Cukai selama ini dikenal sebagai salah satu institusi paling tertutup di lingkungan Kemenkeu. Sejumlah pelaku usaha menilai lembaga itu telah lama menjadi “kerajaan kecil” dengan kekuasaan besar atas perizinan, dokumen, dan penetapan nilai barang impor.
Keluhan tentang pungutan liar, permainan nilai impor, dan praktik pemerasan bukan hal baru. Namun, selama ini nyaris tak pernah ada tindakan tegas dari pimpinan.
Purbaya menyebut kondisi tersebut sebagai bentuk budaya organisasi yang rusak dan berjanji akan melakukan perubahan menyeluruh.
Ia menegaskan, jalur Lapor Pak Purbaya akan menjadi alat kontrol untuk memantau perilaku pegawai hingga ke level bawah. “Saya ingin tahu sendiri seperti apa kondisi di lapangan. Tidak boleh ada lagi perilaku diktator dalam pelayanan publik,” tegasnya.
Angin Segar bagi Publik
Langkah Purbaya membuka kanal pengaduan publik dianggap sebagai titik balik dalam reformasi birokrasi Kementerian Keuangan. Selama ini, banyak pelaku usaha memilih diam karena takut berurusan dengan aparat Bea Cukai.
Kini, dengan adanya saluran pelaporan langsung, masyarakat mulai berani menyampaikan keluhannya secara terbuka.
Kanal ini juga menandai berakhirnya era tutup mata terhadap penyimpangan di lembaga yang selama puluhan tahun dianggap kebal kritik.
Bagi publik, kemunculan Purbaya membawa angin segar dan harapan baru: bahwa praktik semena-mena di Bea Cukai akhirnya mulai digugat dari dalam rumahnya sendiri.[]