News  

USK Bekali Dokter Muda dengan Empati; Fokus Melawan Stigma ODHA

KabarAktual.id – Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Syiah Kuala (USK) menegaskan komitmennya dalam mencetak tenaga kesehatan yang menjunjung tinggi empati dan inklusivitas. Kegiatan edukatif itu bertajuk SAFE (Stigma, Awareness, Facts, Empathy), fokus membahas isu kompleks HIV/AIDS dan kelompok rentan LGBT dari perspektif mahasiswa kedokteran.

Kegiatan ini diselenggarakan oleh Dokter Muda Stase Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) FK USK melibatkan mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter angkatan 2022. SAFE merupakan bagian dari pembelajaran berbasis komunitas yang holistik, bertujuan mengatasi tingginya stigma dan diskriminasi, bahkan yang masih ada di kalangan tenaga kesehatan.

Ketua Panitia SAFE, M. Zahrul Rahmatillah, S.Ked mengatakan, SAFE bukan hanya tentang ilmu medis, tapi juga tentang bagaimana kita memahami pasien dari sisi psikologis, sosial, hingga spiritual. “Kami ingin mahasiswa tidak hanya cerdas secara klinis, tetapi juga sadar akan nilai-nilai kemanusiaan dalam praktik kedokteran,” ujarnya.

Menurut Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan FK USK, Dr. Rina Suryani Oktari, S.Kep., M.Si, kegiatan itu mengintegrasikan keilmuan medis dan pemahaman sosial-keagamaan.

Sesi utama kegiatan dikemas dalam bentuk talkshow edukatif yang menghadirkan narasumber lintas bidang: dr. Suheir Muzakir, Sp.PD: Memaparkan aspek medis komprehensif tentang HIV/AIDS, mulai dari pencegahan hingga pengobatan terkini.

Lalu ada Dr. Haiyun Nisa, S.Psi., M.Psi., Psikolog: Membahas dampak psikologis yang dialami Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) serta pentingnya dukungan mental. Serta Teuku Azhar Ibrahim, Lc., M.Sos: Mengangkat peran nilai keagamaan dalam membentuk pola pikir sehat, bebas stigma, dan bertanggung jawab.

Departemen IKM FK USK menegaskan bahwa SAFE adalah upaya nyata mewujudkan visi pendidikan kedokteran berbasis humanisme. Program ini mengusung enam tujuan utama, termasuk meningkatkan pengetahuan klinis, mengurangi stigma, serta menanamkan nilai-nilai etika dan empati dalam pelayanan kesehatan. “Dokter masa depan harus menjadi agen perubahan,” katanya.

Bukan hanya menyembuhkan secara fisik, tetapi juga menjadi pelindung dan pendamping pasien dalam setiap kondisi sosial. “Pendekatan ini memastikan pelayanan kesehatan yang adil, inklusif, dan bebas prasangka,” kata Rina.

Kegiatan ini ditutup dengan sesi diskusi aktif dan kuis berhadiah, memperkuat pemahaman mahasiswa tentang pentingnya bertindak tanpa prasangka dan menjadikan empati sebagai landasan profesi kedokteran.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *