News  

Haji Jamin: Balikkan Uang Saya, Baru Saya Kembalikan Surat!

Haji Jamin Idham (foto: Serambinews.com)

SEJUMLAH warga Desa Pante Ara, Kecamatan Beutong, Nagan Raya, berencana menjual lahan ratusan hektar kepada Haji Jamin Idham, mantan bupati setempat. Disebut-sebut, sebagian lahan itu merupakan hutan belantara. 

Sebagai bukti keseriusannya, Haji Jamin pun tidak ragu membayar panjar. Ada yang menyebut, politisi yang berjasa membangun Masjid Giok Nagan Raya itu sudah menggelontorkan Rp 500 juta. Uangnya dibagi kepada sejumlah orang.

Tapi, rencana penjualan lahan itu mengalami kendala, kini. Ada desakan dari warga dan pegiat lingkungan, agar dipastikan dulu. Lahan itu hutan belantara atau benar bekas garapan?

Menurut pihak desa, lain lagi penjelasannya. M Yusuf, kepala Desa Pante Ara, menjelaskan kepada media ini beberapa waktu lalu, lahan yang dijual itu merupakan bekas garapan. Untuk membuktikannya, sejumlah warga pernah mempublikasikan surat bukti garapan dan pernah tayang di sebuah media online.

Baca juga: “Hantu” Gentayangan Jual Hutan Ratusan Hektar di Nagan Raya

Ribut-ribut soal lahan di Nagan Raya sayup-sayup sampai ke kuping WALHI Aceh. Aktivis lingkungan ini meminta agar pihak terkait di sana menuntaskan lebih dulu status lahan sebelum dilakukan jual-beli karena sekitar 972 hektar hutan Nagan Raya sebelumnya sudah beralih fungsi.

Tatkala semua belum kelar, muncul desakan agar jual-beli lahan tersebut dibatalkan. Haji Jamin diminta mengembalikan surat bukti garapan lahan milik warga Pante Ara, agar proses jual-beli hutan itu tidak berlanjut.

Bagaimana tanggapan Haji Jamin? 

Untuk mendapatkan penjelasan terkait jual-beli tersebut, wartawati KabarAktual.id Marnida Ningsih menghubungi Haji Jamin Idham, mantan Bupati Nagan Raya, yang berencana membeli lahan. Berikut petikan wawancara yang dilakukan melalui sambungan telepon, Selasa 27 Februari 2024.  

Bagaiman awal mula rencana jual-beli lahan di Alue Gantung, Pante Ara?

Jadi seperti ini … Itu mereka menawarkan ke kita bukan kita yang mencari lahan. Kemudian, kalau memang mereka keberatan, nanti kembalikan saja DP yang sudah kita pinjamkan. Sudah selesai, kita kembalikan surat. Nggak ada masalah apa-apa. 

Itu kan ada menyangkut dengan pinjaman mereka minta. Kalau nanti itu mereka minta kembali (surat), kembalikan saja apa yang sudah mereka pinjam, sudah selesai. Kita tidak paksa itu, karena mereka yang menawarkan.

Kenapa ada keraguan untuk melanjutkan proses jual beli? 

Kita gak mau. Saya kan tidak mungkin membeli hutan lindung atau hutan-hutan industri, udah bodoh kali-lah saya, kalau membeli itu. Mereka menawarkan yang bahwa yang ditawarkan itu adalah bekas ladang, maka mereka minta pinjaman. Kalau memang bukan menyangkut dengan pinjaman mereka, besok saya kembalikan (surat) untuk apa saya surat itu? 

Boleh, sah saja mereka meminta surat itu, nggak keberatan saya. Tapi, nanti duduk dulu dengan tokoh yang ada disitu, perangkat desa, kalau memang mau diambil silahkan. Itu tidak akan saya pertahankan hak mereka, tetapi pinjaman yang mereka pinjam sama saya itu apa harus hilang begitu saja? Kan nggak juga. Kalau itu tidak bisa dijual saya harus yang pegangannya yang lain mana, seberapa pinjamannya dia gitu. Kalau tidak kembalikan duit sudah selesai.

Pinjaman itu atas nama kelompok, mereka bersama-sama, bukan atas pribadi. Jadi, artinya begini, panggil saja kawan kelompok ok kita kembalikan, kalau mereka minta kembali surat itu tapi hilang pinjaman dari saya itu, apakah memang bisa gitu? Pinjaman itu? Uang kita hangus gitu? Kan nggak ada dalam satu perjanjian.

Sebenarnya, itu tidak ada masalah, toh sekarang lahan itu juga tidak kita sentuh, kita kerja belum, apa-apa belum, kecuali saya sudah masuk, sudah saya tebang, ya ada kegiatan. Itu sudah lain persoalan. 

Kenapa surat itu berada di tangan Anda?

Surat itu sebagai bentuk jaminan, karena mereka mengambil duit. Kan tidak mungkin saya memberikan duit, tanpa ada jaminan. Kalau memang keberatan, sore ini langsung datang bawa saja nominalnya berapa dia pinjam, selesai masalahnya. Kita kembalikan suratnya, tidak ada masalah.

Kenapa Anda berminat membeli lahan itu?

Lahan itu bukan saya beli, tidak segampang itulah kita membeli lokasi sembrono, bukan segampang itu kita beli lahan. Kalau memang lahan itu bermasalah, untuk apa saya beli. Nggak segampang itulah, kalau saya beli ini kan jelas. Ibaratnya, masak saya beli mobil curian? Orang saja beli ditambah tidak ada BPKP, sama dengan saya penadah nanti kan

Lalu …? 

Mereka itu, gini mungkin. Uang yang sudah diambil itu hangus, surat dikembalikan, kan kalau kayak gitu anda mau seperti itu? 

Saat dilakukan peminjaman itu ada kwitansi dia yang bawa lahan gitu aja kan gak repot-repot. Toh kalau dia gak jadi, misalnya dia mau jual ke orang lain, ya kembalikan uang saya selesai, ambil dia punya. Kita kan gak paksa beli itu, kecuali saya cari lahan, mereka datang kemari menawarkan.

Jadi, jangan salah-salah menempatkan persoalan nanti, kan? Pokoknya kalau memang mau dinaikkan yang jelas-jelaslah. Jangan nanti seolah saya sudah jadi mafia tanah, jangan! 

Saya kan bukan itu aja, saya kan sudah ribuan, saya pengusaha sebenarnya. Ribuan hektar yang saya punya, gak mungkin dengan lahan yang seratus hektar itu, tanah yang bermasalah saya beli bodoh kali-lah saya.

Apa yang akan Anda lakukan di atas lahan itu?

Sebenarnya saya ingin melakukan aktivitas untuk membuat kebun buah di sana. Bukan saya beli karena ada ini ada itu. Saya kan tujuan untuk memajukan daerah sebenarnya. Kalau untuk kekayaan diri sendiri, untuk apalah saya lahan yang di sana? Kebun saya saja sudah beribu (hektar) kok.

Mungkin kalau memang masih sepihak, diapakanlah, dijelaskan, jangan nanti dimuat-muat kan, nanti jangan salah-salah kita kan maunya persoalan ini. Saya mau pun hari ini dia memang kembalikan dia punya pinjaman, saya kembalikan suratnya. Saya pun tidak keberatan.

Cuma, kalau memang dia mau ambil surat, tapi pinjaman dia hangus? Mungkin seperti itu, mau? Anda mau seperti itu? 

Jadi, ya kalau nanti kapan saja saya siap kembalikan. Kecuali kan lahan itu sudah saya buat ini, buat aktivitas itu, lain kan? Berarti saya tidak menyelesaikan kewajiban saya. Ini kan masih sama-sama belum nampak. 

Kalau memang itu dia kan kelompok, di situ ada kepala kelompok, kalau memang dia mau minta surat, itu dia ada ambil pinjaman gak? Kan gitu. Tidak segampang itu, dia kembalikan pinjaman, dia ambil dia punya hak.

Ataupun dia mau jual ke orang lain kan, kita pun tidak keberatan itu. Yang keberatan saya, dia memaksa saya tapi uang saya tidak dikembalikan, itu gak mungkin, karena kita ada hak juga, dia pinjam kita ada hak juga yang diambil gitu.

Anda serius akan membatalkan jual-beli?

Saya serius dan tidak ingin memainkan masyarakat. Saya kan bekas pejabat juga. Tidak mungkin saya ingin menghindari masyarakat. Tapi kan kalau itu gak jelas, itu gak mau saya bayar dulu. Mereka kan paksa saya untuk bayar kemarin.

Jadi, hari ini dia minta surat, toh kan selesaikan dulu, apakah itu hutan lindung, hutan produksi, atau kayak mana nanti kan ada Agraria dan Pertahanan yang menyebutkan? Itu kan ada tim tersendiri? Kan gak bisa kita bilang ini kena hutan lindung, hutan produksi. Itu mereka yang menentukan.

Kalau mereka bilang kena hutan lindung, kita kan gak mau kena masalah. Kecuali saya sudah ada aktivitas, saya sudah ada pekerjaan di sana. Tapi, kan belum ada apa-apanya. Ini kan masih antara internal. Dia kembalikan uang saya, saya kembalikan surat dia, gak nunggu besok. 

Itu jangan pula dia ingin mencabut surat tapi kewajiban dia abaikan. Karena kita belinya kelompok, diketahui oleh tuha gampong, kepala desa, dusun, sekdes, semua terlibat. Nggak pribadi gitu, ada saksinya. Kan kita gak mungkin mengeluarkan anggaran tanpa saksi.

Itu saja. Tidak ada masalah sebenarnya kalau dia minta, kita kasih terus. Tapi, ya tanggung jawab dia itu bagaimana?[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *