Siasat Mundur Sang Direktur

DUA pejabat penting yang mengurus kesehatan masyarakat Aceh secara kompak mengundurkan diri. Kadis Kesehatan dr. Munawar dan Direktur RSUZA dr. Isra Firmansyah. Agak mengagetkan memang.

“Ada masalah apa gerangan,” mungkin demikian pertanyaan publik.

Bagaimana pun juga, pejabat mengundurkan diri masih menjadi pemandangan langka dalam birokrasi negeri ini. Yang lumrah malah sebaliknya. Orang (ASN) mati-matian mengejar jabatan, sehingga ada oknum yang menghalalkan segala cara.

Pada sisi lain, pengunduran diri — budaya yang tak lazim — itu memberi kesan negatif. Misalnya, dianggap sebagai sikap menantang atasan meskipun sudah ada pihak yang memberikan argumen pembenaran.

Baca juga: BREAKING NEWS: Kadis Kesehatan Aceh dan Direktur RSUDZA Kompak Mengundurkan Diri

Khusus terkait pengunduran diri direktur RSUZA lebih-lebih lagi. Bisik-bisik di kalangan internal bahkan mengisyaratkan sebaliknya. Sang direktur sangatlah betah dengan jabatan itu.

Meskipun keduanya menyatakan ingin berada di zona nyaman jabatan fungsional, tidak semua orang mudah percaya. Sebab, bagaimanapun juga, jabatan eselon II, selain lebih mentereng, tentu saja lebih menggiurkan. Jadi, sama sekali tidak sebanding dengan posisi seorang staf.

Baca juga: Running Text RSUDZA Diretas, Muncul Kata Sumpah Serapah

Eselon II yang memimpin unit kerja seperti Kadis atau direktur rumah sakit punya kewibawaan lebih lagi dibanding seorang pejabat fungsional. Selain nominal tunjangan jabatan dan TPP yang jelas lebih fantastis, eselon II basah juga dapat berbagai fasilitas lainnya. Mereka punya ruangan khusus yang mewah, sekretaris pribadi, mobil dinas, ajudan, mengendalikan anggaran, fasilitas perjalanan dinas, dlsb.

Kalau pejabat fungsional? Mereka hanya terima gaji dan tunjangan yang kalah jumlahnya dibanding kepala dinas.

Karena itu, tidak berlebihan kalau seorang staf rumah sakit membantah berita pengunduran diri bos-nya seperti disiarkan banyak media.

“Mana mungkin beliau mau mundur,” kata seorang nakes (tenaga kesehatan) suatu hari sambil menyebutkan sebuah nominal besar yang dikantongi seorang direktur tiap bulan.

Celetuk oknum pegawai ini tentu saja belum tentu benar. Apalagi cerita tersebut dibumbui kekecewaan para nakes atas kinerja pimpinan rumah sakit. Berbulan-bulan insentif mereka tak dibayar.

Yang lebih tragis lagi, para nakes harus ikat pinggang setelah mereka tak lagi mendapatkan pembayaran TPK. Seperti ditulis media, permasalahan ini membuat mereka sempat melakukan aksi unjuk rasa ke kantor gubernur belum lama ini.

Mungkin berbagai dinamika internal itu yang membuat sang direktur mendapatkan penilaian negatif. Informasi itu seterusnya sayup-sayup sampai ke kuping gubernur, sehingga ada rumor yang menyebut kedua pejabat tadi diberi dua alternatif: diberhentikan atau mengundurkan diri?

Tapi, sudahlah. Mau mundur atau dimundurkan, itu sebenarnya tidak terlalu jadi persoalan. Justeru pertanyaan yang penting dikemukakan adalah: apakah keberadaan sang direktur selama ini sudah mengubah pelayanan RSUZA menjadi lebih baik?

Para pembaca tentu masih ingat, beberapa waktu lalu, ada sabotase running text yang mempermalukan manajemen RSUZA. Tulisan berjalan yang dipasang di bagian depan ruang IGD mewakili kekecewaan masyarakat terhadapa pelayanan rumah sakit yang dinilai tidak manusiawi.

Setelah insiden itu, sebenarnya, nyaris tidak ada perbaikan pada pelayanan RSUZA. Pasien terlantar masih sering ditemui di ruang IGD akibat alasan klise “kamar penuh.”

Untuk kendala “kamar penuh” saja tak pernah tertangani sungguh-sungguh. Jangan lagi bicara kualitas pelayanan dan kenyamanan. Jauh panggang dari api.

Untuk sisi itu, kita setuju dengan Mualem. Pejabat yang tidak becus bekerja harus segera dipinggirkan. Tapi, Mualem sekali-kali juga harus kirim intel ke RSUZA guna melihat dari dekat secara nyata. Bagaimana sebenarnya pelayanan RSUZA? Jangan hanya terima laporan dari pejabat pengawas.

Ini perlu, Mualem! Karena, tidak semua rakyat Aceh sanggup berobat ke Malaysia atau Mount Elizabeth Hospital Singapura, tempat gubernurnya pernah dirawat.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *