PRAKTIK monopoli bisnis bahan bakar minyak (BBM) oleh Pertamina melalui anak perusahaannya, Patra Niaga, membuat mereka bebas melakukan apa saja. Bahkan, menaikkan harga meskipun harga minyak dunia sedang jatuh.
BUMN yang secara teori harusnya membantu rakyat justeru menindas. Kejadian terbaru sangat miris. Pertamina menipu rakyat dengan mengoplos Pertalite seakan-akan Pertamax. Lalu dijual dengan harga tinggi.
Rakyat dijebak dengan berbagai regulasi. Harus mengkonsumsi Pertamax karena Pertalite jatah orang miskin yang disubisidi.
Untuk mendapatkannya pun rakyat harus antre dan menggunakan barcode. Mobil-mobil kelas tertentu, tidak dibenarkan minum Pertalite, harus Pertamax !
Ternyata, bertahun-tahun rakyat kena tipu. Kejaksaan Agung membongkar praktik culas oknum pejabat Pertamina yang mengoplos Pertalite menjadi Pertamax. Masyarakat jadi korban gara-gara BBM oplosan.
Oknum Pertamina mendapatkan untung besar dari kejahatan tersebut. Harga Pertalite sekitar Rp 10.000, sedangkan Pertamax antara Rp 11.800—Rp 13.500, tergantung zona operasional SPBU sesuai dengan ketetapan Pertamina. Padahal yang dijual isinya sama; dua-dua Pertalite.
Kejagung mengatakan kasus korupsi oknum Pertamina ini merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun. Sejumlah petinggi di BUMN itu telah ditetapkan menjadi tersangka.
Penegak hukum mungkin lupa. Yang mengalami kerugian sesungguhnya adalah rakyat. Mereka membayar Pertamax tapi yang diberikan oleh Pertamina adalah Pertalite. Rakyat kena tipu.
Konsumen yang membeli Pertamax selama 7 tahun ke belakang ditipu oleh perilaku “bejat serta biadab” para pencuri yang berkedok sebagai manajer dan orang-orang terhormat. Demikian teganya menipu rakyat untuk merampok, demi kepentingan pribadi, keluarga dan kelompoknya.
Setelah terungkapnya kasus penipuan ini masih pantaskah mereka dipercaya? Rakyat ditipu bertubi-tubi. Selain mengelabui dengan praktik oplosan, juga harga yang sebentar-bentar naik. Harga Pertalite yang dioplos jadi Pertamax.
Setelah ini akan ada tipuan apa lagi? Kami rakyat hanya bisa pasrah dengan berbagai praktik kekuasaan politik dan kebijakan pemerintah yang berulang kali berbuat culas.[]