Seks Bebas Menampar Wajah Syariat Islam Aceh

Razia celana ketat di kawasan Nagan Raya beberapa tahun silam (foto: Suara.com)

BERITA 76 kasus HIV/AIDS di Aceh Besar seperti membenarkan bahwa penegakan syariat Islam telah gagal di Aceh. Bahwa, benar seperti dikatakan seorang ulama, program besar tersebut tidak punya visi, sehingga implementasinya tidak jelas arah, tidak menyentuh perbaikan akhlak.

Beberapa waktu sebelumnya, kasus serupa juga merebak di Langsa, Pidie, dan Lhokseumawe. Bahkan, ada yg dikabarkan meninggal dunia.

Kita jadi khawatir, kasus homo dan seks bebas yang terungkap di Aceh ibarat fenomena gunung es. Yang menjulang ke permukaan hanya sebagian kecil tapi di dasar tak terhitung jumlahnya. Semoga ini prediksi yang keliru.

Apa kabar pemangku kepentingan?

Apa yang telah kalian lakukan dengan kucuran dana APBA begitu besar setiap tahun? Apakah kalian akan menyikapi permasalahan ini biasa-biasa saja? Misalnya, dengan mengatakan “di daerah lain lebih banyak lagi jumlahnya?”

Seks bebas dan perilaku menyimpang laki-laki menyukai sesama jenis, ini bukan permasalahan biasa. Jangankan di mata pemeluk Islam, di dalam budaya barat yang menganut kebebasan pun masih ditentang. Kenapa menyikapi ini dengan tanpa beban? Apakah para pelaku itu tidak melanggar hukum, melanggar syariat Islam?

Seks bebas merupakan perkara paling menjijikkan. Tapi, hari ini kita menyikapinya dengan sangat santai. Tanpa reaksi kekhawatiran.

Beberapa waktu lalu, kita pernah melihat seorang tua mencak-mencak sambil memukul meja menghalau sejumlah pemuda yang masih nongkrong di warung kopi di hari Jumat menjelang waktu sholat tiba. Pemandangan lainnya juga sering menghiasi halaman-halaman media, petugas merazia pengguna jalan yang tidak menutup aurat dengan sempurna.

Apakah hanya sekedar itu saja? Kenapa homo dan pelaku seks bebas tidak dikenakan apa-apa?
Apakah wanita yang mengenakan celana ketat dan laki-laki bercelana pendek saat berolahraga seperti kejadian dua hari lalu di Lapangan Blangpadang, Banda Aceh, lebih berdosa dibanding pelaku seks bebas dan sodomi? Mereka telah menampar syariat Islam di negeri ini.

Sebenarnya bukan hanya seks bebas. Narkoba dan korupsi juga dua kejahatan besar yang sedang melanda Aceh secara membabi-buta. Ketiga persoalan ini berkaitan erat dengan soal akhlak.

Narkoba, korupsi, dan seks bebas sulit diberantas jika perilaku oknum-oknum masyarakat masih menuhankan materi. Masih silau dengan uang dan jabatan tanpa pernah mau sedikit usil mempertanyakan bagaimana keduanya didapatkan.

Masyarakat kita cenderung permisif terhadap kedua hal itu tadi. Ukurannya cenderung melihat materi. Asal sudah naik mobil mewah dan suka bagi-bagi uang, itu jadi ukuran kehebatan seseorang. Tidak dilihat lagi asal-usul apakah dia seorang agen sabu atau pelaku korupsi.

Bagi mereka yang sedang berada di zona nyaman, pasti membantah hal ini.[]
   

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *