KabarAktual.id — Penanganan bencana banjir dan longsor yang melanda Aceh, Sumut dan Sumbar telah memasuki lebih dari 25 hari, namun pemerintah pusat belum menetapkan status bencana nasional. Kondisi tersebut dinilai berdampak pada lemahnya koordinasi, distribusi bantuan, dan keterbukaan data penanganan di lapangan.
Sejumlah wilayah terdampak masih menghadapi persoalan pengungsian, keterbatasan akses logistik, serta pemulihan infrastruktur dasar. Meski berbagai pihak—mulai dari pemerintah daerah, TNI-Polri, relawan, hingga swasta—telah terlibat dalam penanganan, persoalan mendasar dinilai belum tertangani secara sistematis.
Pengamat Kebijakan Publik Dr. Usman Lamreung menilai BNPB belum menjalankan fungsi koordinasi secara optimal sebagai leading sector penanggulangan bencana. “Penanganan terlihat berjalan sendiri-sendiri. Distribusi bantuan tidak berbasis data yang jelas, dan koordinasi antarlembaga masih lemah,” ujar Usman, Senin (22/12/2025).
Baca juga: BNPB Dituding Pencitraan, Baru Pasang Tenda di Tamiang Jelang Kunjungan Presiden
Menurutnya, hingga kini tidak tersedia data terbuka dan terukur mengenai jumlah pengungsi yang telah difasilitasi tenda oleh pemerintah, pengungsi mandiri, maupun warga yang masih terisolasi dan belum menerima bantuan.
Padahal, kata Usman, dalam situasi bencana skala luas, BNPB semestinya mengendalikan penanganan secara terpusat dengan mengorganisir pemerintah provinsi serta kabupaten/kota, melakukan klasifikasi wilayah terdampak, serta menyajikan pembaruan data harian kepada publik. “Tanpa data yang jelas dan pembaruan rutin, penanganan hanya bersifat reaktif dan sporadis,” sambungnya.
Berdasarkan ketentuan penanggulangan bencana, tahapan tanggap darurat mencakup penyelamatan korban, penyediaan tenda layak, pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan, air bersih, dan layanan kesehatan, hingga penyediaan hunian sementara. Namun hingga hampir satu bulan pascabencana, informasi resmi terkait progres tahapan tersebut belum disampaikan secara konsisten.
Selain dampak kemanusiaan, bencana juga memukul sektor ekonomi di wilayah terdampak. Gangguan distribusi bahan pokok dan LPG, kerusakan akses jalan, serta terhentinya aktivitas usaha masyarakat turut memperlambat pemulihan ekonomi lokal.
Baca juga: Masyarakat Protes Keras Prabowo Setengah Hati terhadap Korban Bencana Aceh
Di lapangan, koordinasi antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dinilai belum terintegrasi dalam satu sistem komando. Posko terpadu sebagai pusat kendali penanganan bencana belum berjalan optimal, termasuk dalam pengelolaan pengungsian, pembersihan lokasi terdampak, dan penyediaan fasilitas dasar bagi korban.
Usman menekankan pentingnya satu pintu komando dan komunikasi publik dalam penanganan bencana. Menurutnya, pemerintah pusat perlu menunjuk otoritas yang jelas untuk mengendalikan, mengevaluasi, sekaligus menyampaikan perkembangan penanganan secara terbuka kepada masyarakat.
Dia menambahkan, BNPB harus tampil sebagai pengendali utama. “Tanpa itu, penanganan bencana akan terus terseret oleh lemahnya koordinasi dan buruknya tata kelola,” ujarnya.
Karena kendala komunikasi, pihak BNPB belum bisa dimintai tanggapan atas tudingan miring pengamat kebijakan publik soal kinerja lembaga dalam penanganan bencana Aceh dan Sumatra. Sebagai perimbamgan informasi, media ini menyedia ruang yang sama untuk BNPB guna menyampaikan klarifikasi.[]












