News  

Kelangkaan LPG di Aceh Diduga Dipicu Penimbunan, IPSM Dorong Aparat Gampong Awasi Distribusi

Safwan Nurdin

KabarAktual.id — Kelangkaan elpiji bersubsidi 3 kilogram di sejumlah wilayah Aceh dinilai tidak semata-mata disebabkan hambatan distribusi akibat putusnya jembatan dan kerusakan jalan pascabencana. Dugaan penimbunan oleh oknum tidak bertanggung jawab disebut menjadi faktor utama stok elpiji sulit diperoleh masyarakat.

Ketua Umum Ikatan Pekerja Sosial Masyarakat (IPSM) Aceh, Dr. Safwan Nurdin, SE, M.Si, menilai lemahnya pengawasan dari aparat pemerintahan, mulai tingkat provinsi hingga gampong, turut memperparah kondisi tersebut. “Perangkat pemerintahan tidak bekerja maksimal melindungi warga yang terhimpit masalah. Sementara ibu-ibu bahkan nenek-nenek harus mengantre gas berjam-jam di bawah terik matahari,” ujar Safwan di Banda Aceh, Selasa (17/12/2025).

Menurut Safwan, aksi penimbunan elpiji membuat pasokan di pangkalan tidak pernah mencukupi, meski kuota resmi tetap disalurkan. Kondisi ini membuka ruang bagi spekulan untuk memainkan harga di tingkat bawah.

Baca juga: Kelangkaan LPG Meluas ke Barat Selatan Aceh, Kepedulian Bupati Dipertanyakan

Ia mengusulkan agar aparat gampong dilibatkan secara penuh dalam pengawasan distribusi elpiji bersubsidi. Pendataan warga yang benar-benar kehabisan gas dinilai menjadi kunci menutup celah praktik penimbunan. “Jika perlu, distribusi dilakukan dari rumah ke rumah. Data warga yang membutuhkan harus jelas, sehingga setiap keluarga hanya mendapatkan satu tabung sesuai kebutuhan memasak,” katanya.

Safwan menegaskan, tanpa pengawasan ketat berbasis komunitas, praktik mafia elpiji akan terus berulang. “Kalau ini dibiarkan, sampai kapan pun permainan ini tidak akan berakhir. Yang miskin tetap tidak akan mendapatkan elpiji,” ujarnya.

IPSM Aceh juga mendorong aparat gampong—mulai dari keuchik, kepala dusun, ketua RT, hingga unsur pemuda—berperan sebagai “penjaga pintu” distribusi elpiji. Pendataan penerima elpiji harus dilakukan secara by name by address, mencantumkan identitas kepala keluarga dan alamat lengkap. “Tidak boleh ada laporan kebutuhan gas ke pangkalan kecuali berasal dari keuchik setempat,” kata Safwan.

Baca juga: Anomali LPG 3 Kg

Ia menekankan pentingnya verifikasi langsung ke rumah warga, bukan sekadar pemeriksaan administratif seperti KTP dan Kartu Keluarga. Langkah ini dinilai penting untuk mencegah satu orang mengantre berulang kali atau menjual kembali elpiji bersubsidi.

Sementara itu, praktik penjualan elpiji 3 kilogram dengan harga tinggi dilaporkan sudah merambah ke kawasan permukiman. Seorang warga Gampong Kajhu mengaku elpiji bersubsidi dijual langsung ke kompleks perumahan dengan harga mencapai Rp70 ribu per tabung. “Di kompleks kami sudah ada daftar pemesanan. Harganya Rp70 ribu per tabung LPG 3 kilogram,” ujar warga tersebut.

Untuk mencegah penyimpangan lebih lanjut, IPSM Aceh mendorong pengawasan distribusi elpiji melibatkan Bhabinkamtibmas dan Babinsa, guna memastikan gas bersubsidi benar-benar diterima rumah tangga yang berhak.

Safwan menegaskan, tata kelola distribusi elpiji, terutama dalam situasi krisis dan bencana, tidak dapat dipandang sebagai persoalan teknis semata, melainkan menyangkut keadilan ekonomi dan perlindungan kelompok rentan. “Distribusi tidak boleh menganut prinsip siapa cepat dia dapat. Lansia, penyandang disabilitas, ibu hamil, dan rumah tangga miskin harus menjadi prioritas,” katanya.

Ia berharap, dengan sistem distribusi yang disiplin dan berbasis gampong, tekanan ekonomi rumah tangga dapat dikurangi dan hak dasar masyarakat terlindungi. “Jika distribusi tepat sasaran, masyarakat bisa memasak dengan tenang. Di situlah negara benar-benar hadir sampai ke dapur rakyat,” pungkas Safwan.[]

Logo Korpri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *