KabarAktual.id — Tokoh masyarakat Bireuen, Mustafa A. Glanggang, menyalurkan bantuan kemanusiaan untuk warga terdampak banjir di Dusun Lubok Ibôh, Desa Teupin Mane, Kecamatan Juli, Kabupaten Bireuen, Selasa (9/12/2025). Ia harus melewati medan yang sulit.
Mantan Bupati Bireuen itu harus menumpang perahu gandeng berbahan drum plastik atau getek. Bersama tim, ia menembus derasnya arus Sungai Peusangan untuk menyeberangkan muatan sembako hasil donasi warga.
Meski perahu bergoyang diterpa ombak dan arus kencang, Mustafa tetap tegar mendampingi tim hingga tiba di lokasi banjir. Bantuan berupa kebutuhan pokok tersebut akhirnya berhasil diserahkan kepada warga Dusun Lebok Ibôh dan Desa Teupin Mane.
Kepala dusun setempat menyampaikan apresiasi atas kepedulian tersebut. “Kami sangat senang dan bersyukur menerima bantuan dari Bapak Mustafa,” ujar kepala dusun kepada tim relawan.
Menurut keterangan Mustafa, banjir yang melanda kawasan tersebut sejak sepekan terakhir juga berdampak pada akses transportasi. Jembatan penghubung Desa Bunyet arah Bireuen dilaporkan putus diterjang banjir pada 26 November 2025.
Akibatnya, warga yang hendak bepergian dari Bireuen menuju Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah, maupun sebaliknya, terpaksa menggunakan ketek atau kereta gantung darurat yang mengandalkan kawat baja untuk menyeberangi sungai.
Sementara itu, Posko Pengungsian Desa Teupin Mane dipusatkan di kompleks meunasah setempat. Setiap hari, sekitar 100 orang—mayoritas warga dari wilayah dataran tinggi Gayo, Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah—singgah sementara sebelum menyeberang ke Bireuen atau menunggu keluarga dari arah sebaliknya.
Tokoh masyarakat Desa Tepin Mane, M. Yusuf Skai, mengatakan jumlah pengungsi sempat membludak pada hari pertama dan kedua pascaputusnya jembatan. “Saat itu pengungsi mencapai sekitar 500 orang. Mereka makan di dapur umum dan menginap di meunasah ini,” ujar Yusuf dengan nada sedih.
Menurutnya, ketika malam hari aktivitas ketek dan kereta gantung dihentikan demi keselamatan, warga yang tertinggal terpaksa bermalam di meunasah karena tidak dapat melanjutkan perjalanan.
Di lokasi terpisah, Mustafa Glanggang—mantan wartawan senior Harian Serambi Indonesia—mengamati upaya pemerintah yang telah menurunkan tiga unit alat berat untuk membangun jembatan darurat. Pekerjaan tersebut, dilaporkan, telah mencapai sekitar 80 persen.
Meski aktivitas perbaikan berlangsung, suasana di sekitar Desa Bunyet hingga Tepin Mane masih dipenuhi keprihatinan. Raut kesedihan tampak jelas di wajah warga yang menyaksikan dampak banjir dan longsor.
Sebagian besar warga menyebut bencana kali ini datang secara tiba-tiba dan berada di luar perkiraan, sehingga menimbulkan dampak besar terhadap mobilitas dan kehidupan sehari-hari mereka.
Pengungsi Gayo
Mustafa menambahkan, posko pengungsi di Desa Tepin Mane Juli dipusatkan di komplek menasah desa setempat. Setiap hari rata-rata 100 orang, umumnya warga dari Kabupaten Benar Meriah dan Aceh Tengah. Mereka transit sementara sebelum menyeberang ke Bireuen atau menunggu sanak famili dari arah Bireuen pulang ke daratan tinggi Gayo.
M Yusuf Skai menceritakan kepada Mustafa Glanggang, pada hari pertama dan kedua terputusnya jembatan, pengunggsi mencapai 500 warga. “Mereka makan di dapur umum dan menginap di meunasah Tepin Mane,” papar Yusuf dengan nada sedih.
Yusuf melanjutkan ceritanya, sekarang warga dari Tanah Gayo bila malam hari kegiatan ketek dan ‘kereta gantung’ tidaj berooerasi semua warga yang tetinggal gagal berangkat terpaksa makan dan tidur di menasah Tepin Mane.[]












