News  

Luth; dari Jakarta Ikut Berjibaku Membantu Korban Bencana Bener Meriah

BANJIR bandang dan longsor yang melanda Aceh pada 26 November 2026 meninggalkan luka mendalam. Di Kabupaten Bener Meriah, Desa Rimba Raya nyaris terisolasi total setelah dua jembatan utama—di Km 60 dan kawasan Tangga Besi—hancur diterjang banjir. Aliran listrik terputus, jaringan komunikasi lumpuh, dan akses transportasi nyaris terhenti.

Dusun Sejahtera menjadi wilayah terdampak paling parah. Hingga 13 Desember 2026, tercatat satu warga meninggal dunia, lima orang masih dinyatakan hilang, sepuluh rumah rusak total, dan tiga lainnya mengalami kerusakan berat.

Ironisnya, hampir sepekan pascabencana, para korban belum menerima bantuan maupun santunan dari berbagai level pemerintahan.

Baca juga: Para Penyintas Longsor dari Bener Meriah

Di tengah keterbatasan itu, pemuda-pemudi Desa Rimba Raya memilih bergerak. Mereka menghubungi Luth, warga Jakarta yang sedang berada di desa tersebut, untuk membantu menyebarluaskan informasi dan membuka donasi melalui jejaring media sosial.

Tantangannya tidak ringan. Demi mendapatkan sinyal internet, Luth bersama Fauzi, pemuda setempat, harus mendaki kawasan pegunungan Aramiko di ketinggian sekitar 1.200 meter di atas permukaan laut, menembus hujan dan risiko longsor.

Upaya tersebut membuahkan hasil. Sejak 3 Desember 2026, donasi mulai mengalir dari para dermawan, baik dari dalam maupun luar negeri. Dana dihimpun melalui rekening pribadi Kepala Desa Rimba Raya, Muklis, dengan sepengetahuan perangkat desa, mengingat desa belum memiliki rekening resmi. Dukungan juga datang dari berbagai pihak, termasuk seorang anggota DPR RI yang turut menyumbang secara pribadi.

Baca juga: Warga Bener Meriah Masih Terisolir, Pertalite Rp 60 Ribu Seliter

Seiring terkumpulnya donasi, para pemuda desa menggelar serangkaian musyawarah untuk memastikan bantuan tepat sasaran. Mereka melakukan survei dan verifikasi langsung ke Dusun Sejahtera bersama aparat desa.

Fokus bantuan ditetapkan pada kebutuhan paling mendesak: alas tidur, pakaian sehari-hari, pakaian hangat, pakaian dalam, selimut, serta peralatan memasak—terutama karena suhu kawasan pegunungan Rimba Raya di bulan Desember dapat turun hingga 15 derajat Celsius.

Pada 10 Desember 2026, relawan berangkat ke Bireuen untuk membeli seluruh kebutuhan tersebut. Perjalanan berlangsung penuh hambatan akibat jalan rusak dan jembatan putus. Di kawasan Tepie Mane, penyeberangan harus dilakukan dengan keranjang besar dan perahu.

Menjelang tengah malam, seluruh bantuan akhirnya tiba di Desa Rimba Raya. Total dana yang berhasil dihimpun mencapai sekitar Rp30 juta, dan penggalangan dana resmi ditutup pada hari yang sama.

Penyaluran bantuan dilakukan secara sederhana pada 11 Desember 2026. Acara diawali doa bersama, sambutan kepala desa, serta penyerahan simbolis bantuan kepada perwakilan korban. Seluruh barang kemudian dibagikan kepada warga terdampak.

Salah seorang korban, Marimam, menyampaikan rasa terima kasih kepada para donatur seraya mendoakan balasan kebaikan yang berlipat ganda.

Selain bantuan logistik, relawan juga menyerahkan dua jeriken bahan bakar untuk mendukung operasional alat berat yang membuka akses jalan darurat di kawasan jembatan Tangga Besi. Hingga laporan ini ditulis, pembangunan jalan alternatif masih berlangsung demi memulihkan konektivitas Desa Rimba Raya menuju Takengon.

Bencana memang memisahkan jarak secara fisik. Namun, kepedulian dan gotong royong telah mendekatkan hati para dermawan dan para korban—membuktikan bahwa solidaritas kemanusiaan mampu menembus keterisolasian dan keterbatasan.

Kontribusi teks: Luth

Foto: Muslim Abadi

Logo Korpri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *