Menaker “Pusing” Ditagih Janji 19 Juta Lapangan Kerja Wapres Gibran

Menteri Ketenagakerjaan Yassierli (foto: Dok. Kemnaker)

KabarAktual.id — Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mengaku kerap mendapat tekanan publik terkait realisasi janji 19 juta lapangan kerja yang pernah disampaikan Wapres Gibran Rakabuming Raka. Tekanan itu, menurutnya, muncul di tengah kondisi pasar kerja nasional yang masih sulit diakses oleh sebagian besar pencari kerja.

Menurut dia, soal janji 19 juta lapangan kerja itu sudah membentuk persepsi di masyarakat, sehingga selalu muncul pertanyaan. “Pak Menteri, mana 19 juta lapangan kerja?’ Yang ditanya selalu Kementerian Ketenagakerjaan,” kata Yassierli saat membuka Indonesia Productivity Summit 2025 di Jakarta, Jumat (12/12/2025).

Yassierli menegaskan, target penciptaan lapangan kerja berskala nasional tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab Kemnaker. Sebab, penciptaan kerja juga berkaitan erat dengan pertumbuhan investasi, industri, pendidikan, hingga kebijakan lintas kementerian dan lembaga.

Baca juga: Pendidikan Gibran Membingungkan, dari SMP Langsung Loncat ke S1

Namun demikian, ia tidak menampik bahwa kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan tantangan serius. Salah satunya adalah kesenjangan antara kompetensi pencari kerja dengan kebutuhan industri, yang memicu tingginya pengangguran terdidik dan mempersempit peluang kerja layak.

Situasi tersebut belakangan tercermin dari maraknya tagar #IndonesiaGelap dan #KaburAjaDulu di media sosial, yang menyuarakan pesimisme generasi muda terhadap masa depan pekerjaan di dalam negeri serta keinginan mencari peluang di luar negeri.

Baca juga: Usulan Pemakzulan Gibran dari Posisi Wapres Masuk DPR

Dalam paparannya, Yassierli menyebut tantangan utama Kemnaker saat ini adalah penguatan link and match antara dunia pendidikan dan dunia usaha, serta optimalisasi Balai Latihan Kerja (BLK). “Kita terus berusaha memperkuat vokasi. Pelatihan vokasi menjadi opsi setelah pendidikan formal, baik perguruan tinggi, SMA, maupun SMK,” ujarnya.

Namun, upaya tersebut diakui masih terbatas. Kemnaker saat ini hanya memiliki 42 balai vokasi dengan dukungan anggaran yang belum sebanding dengan besarnya kebutuhan tenaga kerja terampil di berbagai sektor.

Tantangan lainnya adalah peningkatan produktivitas, inovasi, dan daya saing tenaga kerja nasional agar mampu bersaing di pasar kerja global. Selain itu, Kemnaker juga dituntut memastikan terciptanya kesempatan kerja yang layak dan inklusif, khususnya bagi kelompok rentan seperti penyandang disabilitas dan perempuan.

Di sisi regulasi, Kemnaker memikul tanggung jawab besar dalam penyusunan kebijakan ketenagakerjaan, mulai dari upah minimum, tenaga kerja asing (TKA), perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), outsourcing, cuti, pemutusan hubungan kerja (PHK), hingga pesangon.

Kementerian juga tengah merespons dinamika baru ketenagakerjaan, termasuk perlindungan bagi pekerja platform digital serta penguatan regulasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). “Tantangan lainnya adalah penegakan hukum norma ketenagakerjaan dan K3 di sektor industri, serta membangun hubungan industrial yang lebih transformatif antara pengusaha dan serikat pekerja,” kata Yassierli.

Selain itu, Kemnaker terus mengembangkan labor market information system melalui platform SiapKerja sebagai basis data pasar tenaga kerja nasional, sembari melakukan reformasi birokrasi internal.

Di tengah beragam tantangan tersebut, Yassierli menegaskan bahwa penciptaan lapangan kerja tidak bisa dibebankan pada satu kementerian saja. Tanpa sinergi kebijakan ekonomi, industri, dan pendidikan yang kuat, kata dia, janji penciptaan jutaan lapangan kerja berpotensi terus menjadi beban politik yang sulit diwujudkan di lapangan.[]

Logo Korpri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *